Konflik Laut China Selatan buat Hubungan China dan Filipina di Simpang Jalan

9 September 2024 11:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah kapal Penjaga Pantai China (kiri) dan kapal Penjaga Pantai Filipina (kanan) terlihat di dekat Pulau Thitu di Laut Cina Selatan yang disengketaka. Foto: JAM STA ROSA / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah kapal Penjaga Pantai China (kiri) dan kapal Penjaga Pantai Filipina (kanan) terlihat di dekat Pulau Thitu di Laut Cina Selatan yang disengketaka. Foto: JAM STA ROSA / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
China meminta Pemerintah Filipina mempertimbangkan dengan serius hubungan kedua negara di masa depan. China bahkan menyebut, hubungan itu berada di persimpangan jalan.
ADVERTISEMENT
Komentar tersebut dirilis di surat kabar yang dikendalikan Partai Komunis, People's Daily pada Senin (9/9). Hubungan China-Filipina dibayangi ketegangan akibat konflik di Laut China Selatan.
Kedua negara beberapa bulan terakhir saling tuduh atas dugaan pelanggaran aturan internasional di Laut China Selatan. Bahkan ketegangan besar sempat terjadi ketika kapal penjaga pantai atau angkatan laut itu saling berhadapan di perairan sengketa tersebut.
Ilustrasi laut China Selatan. Foto: Ted ALJIBE / AFP
Rangkaian insiden terjadi ketika dua negara mulai mencoba membangun komunikasi untuk mengelola ketegangan di Laut China Selatan yang kaya sumber daya.
"Hubungan China dan Filipina berada di persimpangan jalan, menghadapi pilihan jalan mana mesti dilalui," kata kolom komentar tersebut seperti dikutip dari Reuters.
Kolom komentar itu dirilis atas nama pena Zhong Sheng yang berarti Suara China. Biasanya kolom komentar itu kerap dipakai pemerintah untuk menunjukkan pandangan terhadap isu kebijakan luar negeri.
ADVERTISEMENT
Terkait masalah di Laut China Selatan, China mengeklaim hampir seluruh wilayah di sana. Klaim termasuk beberapa wilayah yang juga dimiliki oleh Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.
Sejumlah riset menunjukkan bahwa peraira yang kini menjadi titik saling rebut ternyata mengandung minyak bumi dan gas yang. Kelimpahan itu ditambah dengan banyaknya ikan laut.
Bahkan jalur di salah satu area Laut China Selatan nilai perdagangannya mencapai USD 3 triliun.
Pada 2016 Pengadilan Aribitrase Tetap memutuskan klaim China terhadap Laut China Selatan tidak punya dasar hukum tetap. Putusan itu ditolak China.