news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Konsultan Hukum Gugat UU KPK, Persoalkan Seleksi Pimpinan KPK 2024–2029

8 Maret 2025 0:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang konsultan hukum bernama Syukur Destieli Gulo, mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi aturan yang dimaksud:
(1) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia.
(2) Untuk melancarkan pemilihan dan penentuan calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pemerintah membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam gugatannya itu, Syukur menyoroti proses seleksi, pengusulan, dan pemilihan pimpinan KPK periode 2024–2029 yang dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum.
Menurutnya, frasa “Dewan Perwakilan Rakyat” dan “Presiden” dalam Pasal 30 ayat (1) dan frasa “Pemerintah” dalam Pasal 30 ayat (2) UU KPK tersebut justru multitafsir dan telah menimbulkan ambigu dalam implementasinya. Semestinya, kata dia, frasa tersebut ditafsirkan mengikuti putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022.
ADVERTISEMENT
Adapun putusan nomor 112 tersebut menyatakan bahwa adanya perbaikan masa jabatan pimpinan KPK dari yang sebelumnya hanya 4 tahun tiap periode, menjadi 5 tahun tiap periodenya. Dalam salah satu pertimbangannya, MK menyebut bahwa seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK dilakukan oleh DPR dan Presiden yang memiliki masa jabatan yang sama.
"Bahwa faktanya, proses seleksi atau perekrutan pimpinan KPK periode 2024–2029 tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam pertimbangan Mahkamah dalam putusan Nomor 112/PUU-XX/2022," kata Syukur dalam berkas permohonannya, dikutip Jumat (7/3).
Adapun pimpinan KPK periode 2024–2029 yang mengucapkan sumpah jabatan pada tanggal 16 Desember 2024 adalah pimpinan KPK hasil panitia seleksi bentukan Presiden periode 2019–2024 Joko Widodo, yang kemudian diserahkan kepada DPR melalui Surpres pada 15 Oktober 2024.
Pansel Capim dan Dewas KPK menyerahkan nama-nama ke Presiden Jokowi di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Selasa (1/10/2024). Foto: Dok. Setpres RI
Saat itu, Jokowi menyerahkan sebanyak 10 calon nama pimpinan KPK ke DPR. Sementara itu, ada 5 pimpinan KPK yang kemudian terpilih pada 21 November 2024 oleh Komisi III DPR RI 2024–2029.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, sebanyak 5 pimpinan KPK periode 2024–2029 dipilih dari calon pimpinan KPK dari hasil seleksi dan usulan Presiden periode 2019–2024.
Artinya, terdapat perbedaan periode antara Presiden yang membentuk panitia seleksi (2019–2024) dan mengusulkan calon pimpinan KPK dengan DPR (2024-2029) yang memilih pimpinan KPK 2024–2029.
Selain itu, juga terdapat kemungkinan bagi pimpinan KPK periode 2024–2029 yang ingin kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK pada periode berikutnya (2029–2034) akan diseleksi oleh Presiden periode 2024–2029.
Apabila hal tersebut terjadi, Syukur menekankan bahwa semangat untuk menjaga independensi KPK, dengan menghindari beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon pimpinan KPK berikutnya, justru tidak tercapai.
Menurutnya, seleksi dan pengusulan calon pimpinan KPK dilakukan oleh Presiden yang memiliki masa jabatan yang sama dengan DPR. Sebaliknya, pemilihan pimpinan KPK harus dilakukan oleh DPR yang memiliki periode jabatan yang sama dengan Presiden.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan uraian tersebut, menjadi jelas bahwa proses seleksi, pengusulan dan pemilihan pimpinan KPK 2024–2029 tidak sesuai dengan konsep negara hukum yang menghendaki agar penyelenggara negara harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, negara beserta alat perlengkapannya harus tunduk pada hukum," papar dia.
Pelantikan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK di Instana Negara, Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: YouTube/ Sekretariat Presiden
"Oleh karena pimpinan KPK periode 2024–2029 dipilih secara tidak sah dan inkonstitusional, maka pimpinan KPK tersebut semestinya tidak sah melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang KPK yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
Jika merujuk pada putusan MK 112/PUU-XX/2022, kata Syukur, maka calon pimpinan KPK yang konstitusional ialah calon pimpinan KPK yang diseleksi dan diusulkan oleh Presiden yang memiliki masa periode jabatan yang sama dengan DPR yang memilih pimpinan KPK.
"Tegasnya menurut Pemohon, pimpinan KPK periode 2024–2029 inkonstitusional dan tidak sah," terangnya.
ADVERTISEMENT
Syukur menekankan bahwa ambiguitas kewenangan Presiden dalam melakukan seleksi dan pengajuan usul pimpinan KPK serta kewenangan DPR dalam melakukan pemilihan pimpinan KPK dari calon yang diajukan oleh Presiden terjadi karena frasa “Dewan Perwakilan Rakyat” dan frasa “Presiden” dalam Pasal 30 ayat (1), serta frasa “Pemerintah” dalam Pasal 30 ayat (2) UU KPK multitafsir.
Oleh karena itu, dalam permohonannya, Syukur menekankan agar frasa tersebut harus berdasarkan dengan putusan 112/PUU-XX/2022, yang sesuai dengan prinsip konsisten, koheren, harmonis, sinkron, dan berkorespondensi antara undang-undang dengan putusan MK.
Berikut petitum lengkap gugatannya:
Dalam Provisi
Mengabulkan permohonan provisi untuk seluruhnya.
Menyatakan pemeriksaan permohonan Pemohon menjadi prioritas dalam pemeriksaan perkara di Mahkamah Konstitusi.
Memerintahkan kepada pimpinan KPK Periode 2024–2029 yang dipilih pada tanggal 21 November 2024 untuk tidak membuat keputusan-keputusan serta tidak melaksanakan tugas, wewenang, dan fungsi KPK sampai perkara ini diputus oleh Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Dalam Pokok Perkara
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan frasa “Dewan Perwakilan Rakyat” dan frasa “Presiden” dalam Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki masa periode jabatan yang sama dengan Presiden" dan "Presiden yang memiliki masa periode jabatan yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat".
Menyatakan frasa "Pemerintah" dalam Pasal 30 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Pemerintah yang memiliki masa periode jabatan yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat".
ADVERTISEMENT
Menyatakan proses seleksi, pengusulan, serta pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2024–2029 yang dipilih pada tanggal 21 November 2024 inkonstitusional dan tidak sah.
Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029 untuk membentuk panitia seleksi pimpinan KPK periode 2024–2029 dan mengajukan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2024–2029 yang baru.
Memerintahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru dari calon pimpinan yang diseleksi oleh panitia seleksi bentukan Presiden periode 2024–2029 dan diajukan oleh Presiden periode 2024–2029.
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).