Kontroversi Kamus Sejarah Indonesia

22 April 2021 8:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1.
 Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 terbitan Kemendikbud menuai kontroversi. Bermula ketika lema KH Hasyim Asy’ari tak ada di kamus tersebut. Alhasil muncul pesan berantai di sejumlah grup WhatsApp yang memprotes Kemendikbud.
ADVERTISEMENT
“Pendiri NU Hilang, Tokoh-Tokoh Komunis Muncul di Kamus Sejarah RI Kemendikbud!,” tulis informasi yang beredar.
Berdasarkan file elektronik yang beredar, Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 itu diterbitkan Direktorat Sejarah Dirjen Kebudayaan Kemendikbud. Buku setebal 361 halaman itu memiliki ISBN 978-602-1289-76-1. Ada nama Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid dan Direktur Sejarah, Triana Wulandari sebagai pengarah dalam buku tersebut.
Kamus itu berisi sejumlah nama sejarah yang disusun urut berdasarkan alphabet dari A-Z. Setiap nama berisikan informasi biografi seperti tanggal lahir dan latar belakang secara singkat.
Dalam file yang beredar itu, tidak ada nama KH Hasyim Asy’ari sebagai lema tersendiri. Kata Hasyim Asy’ari muncul di lema Abdul Wahab Chasbullah. Dalam deskripsi lema itu tertulis, Pada 1947, Abdul Wahab terpilih sebagai Rais’am (Ketua Umum) PBNU menggantikan K.H. Hasyim Asy’ari.
KH. Hasyim Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama Foto: dok. Wikimedia Commons
Diketahui Hasyim Asy’ari merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia mendirikan Pesantren Tebu Ireng di Jawa Timur pada 1899. Pesantren itu menjadi yang terbesar pada abad 20. Pada 1926, ia mendirikan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tak adanya lema Hasyim Asy’ari di kamus itu membuat PKB protes ke Kemendikbud.
"PKB protes keras karena KH Hasyim Asy'ari tak tertulis dalam kamus sejarah Indonesia terbitan dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, sementara Abu Bakar Ba'asyir yang ditahan negara malah ada," ujar Sekjen PKB, Hasanuddin Wahid.
"Pahlawan nasional sekaligus pendiri NU tidak diakui oleh buku terbitan Kemendikbud. Sementara tokoh yang dianggap penyokong radikalisme malah mendapat tempat di buku terbitan Kemendikbud. Ada yang aneh dengan Kemendikbud hari ini," lanjutnya.
Ketua DPR Akbar Tanjung (kedua dari kiri) membantu Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid (kedua dari kanan) didampingi putri Wahid, Yenny Zannubah Arifah (kanan)di Jakarta (8/12/1999). Foto: Oka Budhi/AFP
Menurutnya, informasi yang berada dalam kamus itu berbahaya bagi pengetahuan generasi muda karena bisa menimbulkan pengaburan sejarah.
"Sungguh akan menjadi pengaburan sejarah dan berbahaya bagi pengetahuan generasi muda Indonesia karena dicekoki oleh buku yang tampak tuna sejarah," kata Hasanuddin.
ADVERTISEMENT
Tak hanya PKB, Wakil Ketua MPR Arsul Sani ikut menyoroti kamus tersebut. Menurut Arsul, berdasarkan informasi yang didapat dari sejumlah kalangan Nahdliyin, khususnya yang tergabung Lingkaran Profesional Nahdliyin (NU Circle), bukan hanya nama KH Hasyim Asy'ari yang tidak muncul dalam kamus sejarah online Kemendikbud.
Nama Gus Dur, kata dia, tidak ditempatkan sebagai tokoh sentral yang dimuat tersendiri dalam peristiwa sejarah. Soemitro Djojohadikusumo, ayah kandung Prabowo Subianto dan tokoh Islam serta anggota PPKI, Abdul Kahar Muzakir, juga tidak ada dalam kamus sejarah tersebut.
Abu Bakar Baasyir tiba di RSCM Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
"Terkait Gus Dur, namanya dalam kamus sejarah tersebut tidak dimasukkan ke jajaran tokoh yang ada. Namanya hanya dimunculkan untuk melengkapi sejarah beberapa tokoh seperti ketika kamus tersebut menerangkan tokoh Ali Alatas yang ditunjuk sebagai penasihat Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Gus Dur. Juga disebut untuk melengkapi sejarah tokoh Megawati Soekarnoputri dan Widjojo Nitisastro," jelas Arsul.
ADVERTISEMENT
Menurut Waketum PPP itu, yang mengherankan, justru terdapat nama Abu Bakar Ba'asyir dalam deretan tokoh sejarah itu. Dia pun mempertanyakan kemunculan nama Abu Bakar Ba’asyir yang termuat di halaman 11 kamus sejarah Indonesia.
"Mengapa nama mantan narapidana kasus terorisme yang menolak membuat pernyataan setia pada ideologi Pancasila ini justru muncul sebagai tokoh pada buku/kamus yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini?" tanya Arsul.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Kemendikbud Minta Maaf

Usai ramai soal tak munculnya nama Hasyim Asy’ari serta tokoh NU lainnya di kamus tersebut, Kemendikbud akhirnya buka suara.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, mengatakan lembaganya tak pernah menerbitkan kamus itu secara resmi. Ia menegaskan naskah kamus itu disusun pada 2017, sebelum Mendikbud Nadiem Makarim menjabat.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, selama periode Mendikbud Nadiem, belum ada rencana untuk menerbitkan naskah tersebut.
“Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan. Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat,” ujar Hilmar.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Meski begitu, ia mengakui adanya keteledoran hingga akhirnya naskah yang belum jadi itu diunggah ke laman belajar online milik Kemendikbud, Rumah Belajar.
“Jadi, narasi menghilangkan peran KH Hasyim Asy’ari itu tidak benar. Kami mengakui memang ada kesalahan teknis dan kami memohon maaf. Kesalahan itu seharusnya tidak perlu terjadi,” ucapnya.
Ia menegaskan, di dalam buku itu juga terdapat peran dari KH Hasyim Asy’ari yang ada dalam bagian pendiri NU. Peran KH Hasyim Asy’ari disebutkan di dalam halaman lain, hanya tidak ada di dalam lema tersendiri.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa tidak mungkin Kemendikbud mengesampingkan sejarah bangsa ini, apalagi para tokoh dan para penerusnya,” tegasnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim. Foto: dok. kemdikbud.go.id

Mendikbud Nadiem Buka Suara

Kontroversi kamus sejarah itu membuat Mendikbud Nadiem Makarim bersuara. Lewat video yang diunggah di akun Instagramnya @nadiemmakarim, ia menegaskan penyusunan Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 itu terjadi pada 2017.
"Kamus sejarah tersebut disusun tahun 2017 sebelum saya menjabat. Begitu mendengar isu ini, meskipun terjadi sebelum saya menjadi menteri, maka saya sebagai Kemendikbud mengambil langkah konkret," ucapnya,
Nadiem mengaku sudah menugaskan pihak terkait untuk mengoreksi kamus sejarah tersebut. Dia menyatakan tidak ada niat dari Kemendikbud untuk menghilangkan jejak sejarah.
"(Saya) menugaskan Dirjen Kebudayaan menyelesaikan masalah dan melakukan koreksi. Saya perintahkan langsung di Kemendikbud menyempurnakan kamus yang sempat terhenti, dilanjutkan lebih cermat secara teknis, dan lebih mewadahi pemangku kepentingan termasuk NU," kata Nadiem.
Mendikbud Nadiem Makarim saat rapat kerja bersama Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/8). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
Nadiem menyatakan Kemendikbud akan memastikan komitmen dan penghormatan atas nilai-nilai sejarah, termasuk terhadap KH Hasyim Asy'ari.
ADVERTISEMENT
"KH Hasyim Asy’ari adalah kiai, guru dan panutan yang telah menorehkan sejarah panjang dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia dan NU," ucapnya.
Ia menyatakan, komitmen Kemendikbud tersebut dibuktikan melalui pembangunan Museum Islam Hasyim Asy'ari di Jombang, Jawa Timur, serta penerbitan buku dalam rangka memperingati 109 tahun kebangkitan nasional.
"Saya memohon restu agar kamus sejarah yang belum pernah dimiliki negara ini dapat kita lanjut sempurnakan bersama agar nantinya dapat memberikan manfaat untuk semua," pungkas Nadiem.