Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kontroversi Terbesar Ataturk: Sekularisasi Turki yang Dulunya Kesultanan
18 Oktober 2021 18:50 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Nama Mustafa Kemal Ataturk kembali mencuat, sejak adanya rencana penggunaan nama sang Pendiri Turki itu sebagai nama jalan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Di Turki, Ataturk (yang artinya sendiri adalah Bapak Bangsa Turki) dielu-elukan sebagai tokoh revolusioner. Sedangkan di Indonesia, mendiang Presiden pertama Turki itu dikecam habis-habisan.
Bagi tokoh Muslim di RI, seperti Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, Ataturk merupakan seorang “pengacak-acak Islam” akibat menghilangkan ajaran Islam dan mempromosikan sekularisme.
“Mustafa Kemal Ataturk adalah seorang tokoh yang sudah mengacak-acak ajaran Islam. Banyak sekali hal-hal yang dia lakukan yang bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan As-Sunah,” ujar Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (18/10).
Turki sendiri dulunya merupakan penganut sistem pemerintahan bernapaskan Islam. Namun dengan lahirnya Republik Turki, Ataturk memperkenalkan ideologi “Kemalisme”, atau “Ataturkisme”, atau “Enam Panah”.
Keenam prinsip tersebut adalah republikanisme (pembentukan republik); nasionalisme; populisme, etatisme, sekularisme, dan revolusi. Ideologi ini dijunjung tinggi oleh Ataturk yang bercita-cita memodernisasi negerinya.
Dikutip dari CFR, Ataturk mengambil kesimpulan rakyatnya tampak tidak semaju negara-negara Eropa dan terlalu terpengaruh oleh hukum dan adat keagamaan. Itulah yang menjadi salah satu landasan kuat modernisasi dan sekularisasi Turki oleh Ataturk.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Britannica, sekularisme yang dikenalkan di Turki meliputi reformasi hukum, melibatkan penghapusan pengadilan dan sekolah agama pada 1924, setahun setelah deklarasi Republik Turki, hingga penerapan sistem sekuler dalam hukum keluarga.
Penghapusan Kekhalifahan Ottoman
Kekhalifahan Ottoman dihapus pada 3 Maret 1924. Sejak awal abad ke-16, Sultan-sultan Ottoman mengambil klaim sebagai khalifah Muslim. Di hari yang sama, sekolah keagamaan dihilangkan penuh.
Sebulan setelahnya, yaitu 8 April, pengadilan agama dihapus oleh pemerintahan di bawah Ataturk. Seluruh urusan hukum keluarga seperti perceraian dilimpahkan ke pengadilan sipil, bukan lagi pengadilan agama.
Ia juga menghilangkan poligami, sehingga tidak ada laki-laki Turki yang diizinkan untuk memiliki lebih dari satu istri.
Larangan Penggunaan Topi Fez
Pada 1925, Ataturk melarang laki-laki untuk menggunakan topi khas warga Turki, topi fez. Menurut Ataturk dan pejuang reformasi saat itu, fez merupakan simbol dari “kemunduran kebudayaan”.
ADVERTISEMENT
Ataturk mendorong warganya untuk menggunakan topi bergaya Eropa. Pada tur ke wilayah Anatolia (bagian negara Turki yang berlokasi di Asia) tahun 1925, ia kerap menggunakan topi gaya Eropa sebagai “contoh” bagi rakyatnya.
Sembilan tahun kemudian, yakni 1934, penggunaan pakaian agamais di luar tempat-tempat ibadah juga dilarang.
Perubahan Alfabet Arab Menjadi Latin
Salah satu langkah revolusioner Ataturk beberapa tahun usai lahirnya Republik Turki adalah penggantian penulisan dari alfabet Arab menjadi Latin. Padahal, selama berabad lamanya, bahasa Turki Ottoman sudah menggunakan alfabet Arab.
Kebijakan ini berlaku efektif pada November 1928. Dalam memperkenalkan aturan terbaru ini, Ataturk pergi ke wilayah perdesaan Turki dan mengajarkan alfabet Latin langsung ke penduduk. Mulai dari cara penulisan hingga cara pelafalan.
ADVERTISEMENT
Penerapan Sistem Kalender Gregorian
Pada 1925, pemerintahan Turki di bawah Ataturk resmi mengadopsi kalender Gregorian, sistem kalender yang banyak digunakan di negara-negara Barat. Sistem kalender ini sudah digunakan berbarengan dengan kalender Hijriah sejak 1917.
Selain itu, hari libur mingguan juga diganti, dari yang sebelumnya hari Jumat menjadi hari Minggu. Aturan ini baru diberlakukan pada 1935.
Program perubahan menuju “modernisasi” dari yang sebelumnya terlalu “tradisional” tentu memicu protes besar. Banyak politikus dan rakyat konservatif yang ingin mempertahankan cara dan langkah hidup mereka.
Pada Februari 1925, etnis Kurdi dari wilayah Anatolia bagian barat daya menyatakan perlawanan terhadap kebijakan Ataturk atas nama Islam.
Dua bulan setelah berjuang melawan kebijakan Ataturk, api perjuangan dipadamkan. Pemimpin perlawanan, Seyh Said, dihukum gantung.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada Juni 1926, rencana pembunuhan Ataturk oleh sejumlah politikus diungkap. Sebanyak 13 politikus diadili dan juga dihukum gantung.