Kopi Aceh Gayo yang Diolah Petani Dilen Ali Jadi Kopi Terbaik di Indonesia

27 Desember 2021 11:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Persiapan petani kopi Indonesia jelang penjurian Cup of Excellence (COE) Pertama di Asia. Foto: COE Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Persiapan petani kopi Indonesia jelang penjurian Cup of Excellence (COE) Pertama di Asia. Foto: COE Indonesia
ADVERTISEMENT
Kopi Aceh Gayo yang diolah petani Dilen Ali menjadi kopi terbaik di Indonesia. Nantinya kopi ini akan dilelang di bursa kopi internasional pada 27 Januari 2022 mendatang.
ADVERTISEMENT
Penetapan kopi Aceh arabica Gayo hasil penanaman Dilen Ali sebagai kopi terbaik di Indonesia berdasarkan hasil penilaian kompetisi Cup of Excellece atau COE.
Kopi Aceh Gayo Dilen Ali mendapat penilaian 89,28. Untuk peringkat kedua kopi Garut Jawa Barat yang diolah petani kopi Ita Rosita dari dengan penilaian 89,04, dan peringkat ketiga juga kopi Aceh yang diolah petani Roberto Bagus dengan nilai 88,89
Kompetisi COE di Indonesia ini bagian dari Alliance for Coffee Excellence, Inc. (ACE), organisasi nirlaba, yang berbasis di Portland, OR, USA. Dan penyelenggaraan COE Indonesia pada 2021 merupakan yang pertama di Benua Asia, meski kompetisi ini sudah dimulai sejak 1999 lalu untuk kopi asal Brasil.
Persiapan petani kopi Indonesia jelang penjurian Cup of Excellence (COE) Pertama di Asia. Foto: COE Indonesia
Untuk di Indonesia, kompetisi COE diikuti 36 petani kopi dari 7 provinsi di Indonesia. Penilaian kopi dilakukan juri nasional dan internasional.
ADVERTISEMENT
Lomba dimulai sejak awal tahun ini. Para petani yang ikut berkompetisi berasal dari Daerah Istimewa Aceh ada 9 petani, dari Jambi ada 2 petani, Sumatera Selatan ada 1 petani, Jawa Barat ada 12 petani, Jawa Tengah ada 1 petani, Jawa Timur ada 3 petani, Sulawesi Selatan ada 1 petani, dan Nusa Tenggara Timur 1 petani.
Kopi-kopi yang mereka produksi itu menggunakan empat proses yakni natural 18 sampel kopi, washed 12 sampel kopi, honey 4 sampel kopi, dan giling basah atau wet hulled 2 sampel kopi.
Menurut Ketua Pelaksana COE Indonesia 2021, Andi Widjaja, dalam keterangannya, Senin (27/12), standar penilaian yang dimiliki COE adalah yang tertinggi dalam industri kopi specialty.
ADVERTISEMENT
Melalui sistem yang diawasi auditor profesional, setiap kopi yang terdaftar bakal dinilai dengan skor minimal 87 guna masuk ke tahap penjurian internasional.
Dalam kompetisi ini, setiap peserta harus mengirimkan 2 kilogram sampel untuk tahap pra seleksi dan satu lot kopi bila lolos dari tahap pra seleksi. Setiap lot minimum 250 kilogram hingga maksimum 1.210 kilogram.
"Jika sampel kopinya lolos hingga ke tahap akhir, maka jumlah lot itu yang nantinya akan dilelang dan hasil lelang menjadi milik petani," beber Andi.
Kemudian dalam tahap penilaian pra seleksi ada 79 sampel kopi yang lolos dan berhak melaju ke tahap nasional. Dalam tahap ini, sampel kopi terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Barat, diikuti Sulawesi Selatan, Aceh, dan provinsi lainnya antara 1-6 sampel.
ADVERTISEMENT
Sementara lelang COE untuk kopi-kopi yang lolos ke babak internasional dan memperoleh nilai minimal 87,00. Lelang COE bakal dilaksanakan pada 27 Januari 2022 mendatang.
Guna mengikuti lelang, calon pembeli harus mendaftar dulu agar mendapat akses guna melakukan penawaran. Lelang COE hanya dibuka 1 malam, atau tepatnya pukul 21:00 hingga selesai (apabila tidak ada penawaran baru untuk kopi mana pun di lelang tsb hingga batas waktu 3 menit berlalu).
Harga dasar ditetapkan oleh pelaksana dan disepakati oleh ACE. Untuk lelang COE Indonesia, harga pembukaan untuk kopi dengan poin 87,00 – 87,99 adalah 5 US$ per pound, untuk kopi dengan poin 88,00 – 89,99 adalah 6 US$ per pound, dan untuk kopi dengan poin di atas 90, harga pembukaan adalah sebesar 6.5 US$ per pound. Setiap kenaikan penawaran adalah minimal 10 sen per pound.
ADVERTISEMENT
Terkait penyelenggaraan kompetisi specialty coffee ini, Andi berharap, penyelenggaraan COE bisa menjamin keberlanjutan kopi Indonesia ke depannya sehingga menjadi lebih baik.
Mulai dari sisi kepemilikan atau kemitraan atas lahan, pembibitan, perawatan, hingga pasca panen pada sisi hulu. Jika tata kelola dibenahi, Andi percaya dampak turunannya bisa ikut terdongkrak seperti peningkatan kualitas dan kuantitas produksi.
“Misal awalnya satu hektar hanya produksi satu ton bisa naik jadi tiga ton. Dengan demikian maka harga kopinya bisa lebih murah untuk kemudian ke hilirnya. Jadi efek berantai hingga ke konsumen,” kata Andi.