Korban Asusila Eks Pejabat BPJS TK Minta UU PKS Segera Disahkan

19 Februari 2019 20:40 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Eks petinggi BPJS TK Syafri Adnan Baharuddin (kanan) usai laporkan Ade Armando dan kliennya ke Bareskrim Polri (7/1). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks petinggi BPJS TK Syafri Adnan Baharuddin (kanan) usai laporkan Ade Armando dan kliennya ke Bareskrim Polri (7/1). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Korban kekerasan seksual pejabat BPJS Tenaga Kerja, Syafri Adnan Baharuddin, RA merasa terpukul atas kejadian yang menimpa dirinya. Korban pun mendorong untuk pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU ini diharapkan dapat melindungi serta mengakomodir hak-hak perempuan korban kejahatan kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
“Saya berharap RUU PKS bisa disahkan agar itu mungkin menjadi empati negara untuk perempuan, khususnya perempuan pekerja,” kata korban saat menggelar konferensi pers di kawasan Sarinah, Jakarta, Selasa (12/2).
Korban merasa kesadaran masyarakat, termasuk pemerintah, terhadap kekerasan seksual di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dibuktikan dengan minimnya sosialisasi dari pemerintah dan stigma masyarakat bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual dapat dituntaskan dengan pernikahan.
“Ada anggota Dewas (Dewan Pengawas) lain yang mengatakan pada rekannya tinggal nikahi saja saya (dengan pelaku) maka permasalahan selesai,” ujarnya.
Oleh karenanya, ia mendorong pemerintah agar peduli terhadap perempuan dengan lebih gencar mensosialisasikan kekerasan seksual dan bagaimana cara perempuan menghadapi apabila terjadi kekerasan seksual.
“Saya ingin negara bertanggung jawab kepada perempuan, mungkin Komnas Perempuan memberikan penyuluhan di tempat kerja agar tidak ada lagi korban, negara harus berempati untuk melakukan penyuluhan di setiap instansi maupun kampus,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Korban mengaku mengalami kekerasan seksual oleh Syafri saat atasannya tersebut masih menjabat sebagai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Korban merasa kasus kekerasan seksual yang menimpanya disebabkan karena ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Ia berharap, tidak ada lagi pekerja perempuan yang mengalami hal serupa.
Diduga korban pelecehan seksual oleh Dewan Pengawas BPJS TK (tengah) bersama Kuasa Hukumnya Heribertus (kiri) di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat (2/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Selama ini mungkin atasan mikir saya (perempuan) cantik jadi saya bisa dipakai, padahal saya perempuan dan memiliki harga diri, memiliki keinginan untuk bekerja sesuai tempatnya dan kemampuan saya,” ujar korban
Ia mengaku mendapat kekerasan seksual dan perkosaan dari Syafri selama dua tahun, sejak 23 September 2016 hingga 16 Juni 2018.
Atas berbagai pertimbangan, pada 26 November 2019 lalu, korban berupaya untuk melaporkan tindakan Syafri ke DJSN ke 6 Desember 2018 dan melaporkan ke Bareskrim Polri pada Januari lalu.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah itu, Syafri pun turut melaporkan balik korban ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.