Korban EDCCash Ngadu ke Komisi III DPR: Minta Kasus RJ, Aset Dikembalikan

17 Maret 2025 13:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisi III DPR RI gelar rapat dengar pendapat (RDP)  bersama Jampidum Asep Nana Mulyana, Dirtipideksus Brigjen Helfi Assegaf, dan perwakilan korban robot trading Net89 di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (17/3/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisi III DPR RI gelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Jampidum Asep Nana Mulyana, Dirtipideksus Brigjen Helfi Assegaf, dan perwakilan korban robot trading Net89 di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (17/3/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Perwakilan ratusan korban investasi koin kripto bodong EDCCash mendatangi Komisi III DPR RI. Sama halnya dengan korban investasi bodong Net89, para korban EDCCash ini mengadu ke DPR agar kasus mereka diselesaikan dengan restorative justice (RJ).
ADVERTISEMENT
Mereka yang datang adalah korban yang tergabung dalam Paguyuban Mitra Bahagia Bersama. Pengacara korban EDCCash, Siti Mylanie Lubis menjelaskan, saat Dittipideksus Bareskrim Polri tengah menyidik perkara TPPU dalam kasus ini, tiba-tiba terdakwa melayangkan surat damai.
“Dalam perjalanan sidik ini tiba-tiba dari pihak terdakwa mengirimkan surat kepada ketua paguyuban terutama yang mewakili paguyuban, Pak Haji Mulyana, bahwa para terdakwa mengatakan ingin berdamai dengan arti tidak mau melawan lagi dan ingin menyerahkan semua aset yang ada,” ujarnya dalam rapat, Senin (17/3).
“Bahkan dalam perkara sidik ini mereka akan menunjukkan mana-mana aset yang bisa disita lagi untuk memaksimalkan barang-barang bukti yang ada, sehingga bisa dikembalikan kepada korban kerugiannya,” sambungnya.
Pihak korban setuju dengan ajakan perdamaian tersebut. Kini, mereka sudah bersatu memperjuangkan RJ bersama sebagai penyelesaian kasus yang berjalan sejak tahun 2021 itu.
ADVERTISEMENT
“Korban di sini tidak terlalu mementingkan hukuman badan kepada terdakwa Pak, yang paling penting adalah bagaimana bisa kerugian mereka dikembalikan walaupun mereka paham tidak sepenuhnya,” ucap siti.
Siti kemudian menjelaskan bahwa surat itu telah disampaikan oleh Kabareskrim saat itu, Komjen Agus Andrianto serta jajarannya dan dipersilakan untuk menindaklanjuti ajakan RJ tersebut.
Namun, saat surat itu diajukan ke penyidik, tidak pernah ada respons. Lalu, mereka memperkuat mekanisme RJ itu dengan meneken Akta Van Dading (akta perdamaian yang dibuat oleh para pihak untuk mengakhiri perkara yang sedang berlangsung atau mencegah timbulnya perkara, dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan).
“Nah tapi pada saat mengetahui adanya perdamaian ini tiba-tiba para penyidik berubah sikap dengan kita Pak seperti seakan-akan menutup pintu lah. Pada saat saya mulai bertanya aset ini apa apa saja minta daftarnya bahkan kita meminta agar segera appraisal, karena apa? Perkara TPPU itu kan yang terpenting adalah nilainya, nilai aset yang ada, nilai aset yang disita karena kita bicara kerugian aset yang harus dikembalikan,” tutur Siti.
ADVERTISEMENT
“Nah di situ lah mulai ada seperti percikan-percikan yang gak enak di situ pak,” sambungnya.
Siti menemukan kejanggalan dalam perkaranya ini. Katanya, berita-berita terkait besaran aset yang disita telah hilang dari dunia maya.
“Saya kembali bertanya kepada penyidik, bahasa penyidik adalah ‘tidak bisa dipegang mengenai nilai yang diturunkan’, oke, kami cukup mengerti lah pak tentang hal itu mungkin mengenai penurunan nilai aset,” ujar Siti.
“Tapi sampai saat ini pun sampai kita ini sudah putusan pak di pengadilan tinggi, barang-barang itu tidak diappraisal. Ada apa gitu lho?” tuturnya.
Alasan-alasan itu lah yang membawanya untuk ke Komisi III DPR RI.
Kasus EDCCash Tak Bisa RJ, Ini Alasannya
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf di Komisi III DPR RI, Senin (17/3/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Dalam rapat ini, Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf turut hadir. Ia menjelaskan mengapa perkara ini tidak bisa berakhir RJ.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, bahwa syarat agar RJ bisa dilakukan adalah seluruh korban dan tersangka menyatakan setuju.
“Korban cukup besar 2.069 orang dan ini menjadi perhatian kita karena terkait dengan proses RJ itu ada pesyaratan formil maupu materiil yang harus dipenuhi,” ujar Helfi.
“EDCCash harus mencakup keseluruhan korban, jadi tidak bisa hanya sebagian korban, jadi korban harus utuh. Memang seluruhnya masuk dalam kategori yang nantinya harus mendapatkan haknya sesuai dengan perhitungan nanti yang oleh jaksa eksekutor atau yang melakukan eksekusi terhadap aset-aset yang disita oleh penyidik,” tuturnya.
Sementara Jampidum Kejaksaan Agung RI, Asep Nana Mulyana, yang turut hadiri rapat, mengatakan bahwa kasus EDCCash ini sudah bukan lagi kewenangannya untuk memutuskan RJ atau tidak.
ADVERTISEMENT
“TPA-nya sudah inkrah. Dan ada beberapa perkara TPPU yang masih proses. Jadi kalau pun ditanya soal EDCCash, rasanya juga bukan kewenangan kita lagi pak untuk kemudian menyelesaikan ini karena ini sudah dilimpahkan ke pengadilan,” ujar dia.
Komisi III Minta Kasusnya Selesai dengan RJ
Namun, Komisi III DPR RI tetap meminta penyelesaian kasus ini dengan mengedepankan mekanisme RJ sesuai permintaan para korban.
“Komisi III DPR RI meminta Bareskrim Polri, Jampidum Kejaksaan Agung RI, dan Pengadilan untuk segera menindaklanjuti permohonan para korban dari Net89 dan EDCCash dengan penyelesaian secara tuntas dan berkepastian hukum dengan memprioritaskan penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif,” begitu bunyi poin 1 kesimpulan rapat.