Korban KDRT Berjuang agar Perceraian Dilegalkan di Filipina

11 Februari 2025 13:17 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pedagang buah di Filipina berjuang agar DPR mengesahkan perceraian di negara itu.
ADVERTISEMENT
Pedagang buah bernama Avelina Anuran itu memberikan kesaksian mengenai KDRT yang sering dilakukan suaminya.
Anuran juga menyimpan salinan surat keterangan medis dari luka yang disebabkan suaminya, berharap suatu saat surat tersebut dapat jadi barang bukti di pengadilan. Namun, ibu 2 anak itu belum bisa mengakhiri pernikahannya.
Sebab, Filipina merupakan salah satu negara selain Vatikan yang melarang perceraian. Hampir 80 persen penduduk Filipina beragama Katolik Roma.
Minggu lalu, upaya terbaru untuk memperkenalkan RUU Perceraian menguap begitu saja karena majelis tinggi mengakhiri rapat tanpa mendengarkan keterangan Anuran.
RUU Perceraian itu sempat sampai ke Senat pada 2019 ketika Anuran dengan susah payah menjelaskan secara detail pengalamannya untuk sidang terbuka. Namun, pada akhirnya RUU itu gagal.
ADVERTISEMENT
Anuran mengatakan, istri memiliki hak untuk bebas. Dia juga menyatakan akan terus mendorong agar perceraian dapat dilegalkan.
"Saya harap RUU itu dapat disahkan tahun depan dengan masuknya senator baru," katanya dikutip dari AFP, Selasa (11/2).
Pasangan suami istri beserta anaknya berdiri di sebelah patung huruf "LOVE" selama pernikahan massal di Manila, Filipina. Foto: AFP/TED ALJIBE
Dalam keimanan Katolik, mengakhiri pernikahan hanya dapat dilakukan melalui pembatalan. Namun, hanya beberapa warga Filipina saja yang dapat membayar hingga USD 10 ribu [sekitar Rp 163 juta] dan proses tersebut tidak mempertimbangkan KDRT, pengabaian atau perselingkuhan sebagai alasan yang memenuhi syarat.
Suaminya hingga saat ini masih menjadi penerima manfaat asuransi jiwa yang tidak dapat dia ubah tanpa persetujuan suaminya.
Anuran percaya gelombang dukungan terhadap perceraian sedang berubah. Survei menunjukkan sekitar setengah dari warga Filipina dengan tegas mendukung perubahan itu.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjabat pada 2022, Presiden Ferdinand Marcos mengatakan dia terbuka mendukung perceraian. Namun, upaya untuk memperkenalkan RUU Perceraian masih menghadapi penolakan yang kuat dari Senat.
RUU itu akan memaksa pengadilan untuk menyediakan pendampingan hukum dan psikologi gratis bagi pemohon berpenghasilan rendah, membatasi biaya pengacara hingga 50.000 peso (sekitar Rp 14.072.550), dan mewajibkan petisi perceraian diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Salah satu penyusun RUU Perceraian, anggota parlemen Arlene Brosas, mengatakan keputusan Senat menolak RUU itu tidak dapat diterima mengingat tuntutan publik yang kuat.
Dia mengatakan Partai Perempuan Gabriela tempatnya bernaung akan mengajukannya kembali ketika anggota Kongres baru terpilih pada Juli mendatang.
"Kami akan terus berjuang untuk RUU Perceraian, tidak peduli komposisi Senat dan DPR di periode berikutnya," kata Brosas.
ADVERTISEMENT