Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Korban Kebakaran Plumpang: Tembok Depo Nempel Rumah, Tahu Bahaya tapi Murah
6 Maret 2023 16:20 WIB
·
waktu baca 4 menit![Foto udara permukiman penduduk yang hangus terbakar dampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta, Sabtu (4/3/2023). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gtncyk16ba36sqg6ng8f80xx.jpg)
ADVERTISEMENT
Korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang masih mengungsi karena tempat tinggalnya terbakar habis akibat insiden yang terjadi Jumat (3/3). Salah satu lokasi pengungsian berada di RPTRA Rasela, masih dihuni oleh 5 KK hingga, Senin (6/3).
ADVERTISEMENT
Saat dijumpai kumparan salah satu pengungsinya bercerita terkait perjalanannya bisa tinggal di lokasi yang berdempetan dengan Depo Pertamina tersebut. Ia adalah Abdul, warga Kampung Tanah Merah yang sudah tinggal sejak tahun 2003.
Ia (50) yang tinggal bersama istri, Kusnaini (50), dan 2 orang anaknya, mengontrak di rumah yang jaraknya sekitar 100 meter dari lokasi kebakaran. Rumahnya menempel dengan tembok perbatasan antara jalan dan depo Pertamina.
Dalam foto udara pasca-kebakaran, terliat di sisi utara terlihat pembatas tembok milik pertamina. Di antara tembok depo dan rumah warga dipisahkan jalan inspeksi yang berada di aera depo dan jalan kecil. Namun lebar jalan tidak besar dan tetap membahayakan warga.
"Enggak ada 100 meter (rumah Abdul)," ucap Abdul, Senin (6/3).
ADVERTISEMENT
Abdul menceritakan kalau dulu, sebelum ia mulai mengontrak di sana ada tembok pembatas jarak aman yang dibuat Pertamina. Namun tembok tersebut dijebol warga dan dibangun rumah-rumah.
"Tembok yang pertama kan pertamina, yang kedua pinggir jalan. Harusnya kalau mau, enggak boleh sih, itu di tembok Pertamina itu tinggal," lanjutnya.
Saat ditanya alasannya kenapa tetap tinggal di sana meski tahu bahaya, Abdul mengatakan karena murah. Dia yang merantau dari Brebes itu mengaku kalau tahu daerah itu bisa ditinggali karena ada yang menawarkannya. Harga saat Abdul pertama kali menyewa rumah kontrakan satu petak tahun 2003 adalah Rp 50 ribu. Harga sewa terus meningkat hingga mencapai Rp 500 ribu per bulan.
"Kita nyari yang murah saja, dulu ngontrak pas pertama masuk. Makanya padat di situ karena murah. Makanya ngejar ke situ, padahal buat keselamatan bahaya sebetulnya," kata Abdul.
"Terus begitu punya keluarga ingin nyari di situ. Sendiri aja. Main-main aja ke situ kan. Pas ada di situ aja. Kaya 'ini mau nggak nih,' gitu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Setuju Relokasi
Abdul pun setuju soal relokasi, tetapi mengaku lebih memilih direlokasi dibandingkan Depo Pertamina-nya yang dipindah. Ia berharap ada uang ganti rugi dan juga tempat tinggal.
"Ya kalo bisa mah ganti rugi sama tempat tinggal," jelasnya.
Meskipun demikian, sampai sejauh ini Abdul belum mendapat informasi yang pasti terkait perkembangan bantuan dari pemerintah. Ia masih diminta untuk tinggal di pengungsian saja usai rumahnya hangus terbakar.
Resmi tinggal di lokasi
Abdul yang berasal dari perantauan juga sudah memiliki KTP DKI.
"Bikin KTP baru-baru kemarin. Zamannya Jokowi, sama Ahok, elektrik. tadinya enggak punya KTP," kata Abdul.
Ketua RW 09 Kecamatan Rawa Badak Selatan, Abdus Syukur, mengeklaim bahwa semua warga di RW 09 sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sah.
ADVERTISEMENT
“IMB sudah ada,” kata Syukur kepada wartawan di dekat TKP Depo Plumpang, Senin (6/4).
Kendati demikian, Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) RW 9 Rawa Badak Selatan, Franky Mandongan, menyebut bahwa lahan permukiman tersebut secara sah mendapat izin pada 2013.
“Lahan kami ini secara resmi domisili RT RW-nya diresmikan pada saat Pak Jokowi jadi gubernur. Jokowi - Ahok. Itu adalah bukti keberpihakan, dulu kita berkontrak politik,” kata Franky.
Setelah KTP, Dapat IMB
Setelah punya KTP, menyusul Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diterima warga RW 09 itu saat Anies Baswedan menjadi Gubernur.
“Jadi terkait perizinan IMB ini memang di saat pemerintahan Pak Anies, itu sudah ada kita mendapat IMB. Ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah sebagai win-win solution terhadap wilayah-wilayah seperti ini,” beber Franky sambil menegaskan artinya mereka sudah sah tinggal di Plumpang.
ADVERTISEMENT
Terkait polemik tempat tinggal mereka, pengurus RW 09 menyebut untuk saat ini mereka lebih fokus pada nasib warga yang meninggal dunia atau luka-luka.
“Kami sebagai pengurus saat ini tidak mau berbicara ke sana (polemik tempat tinggal), yang paling penting warga kami yang menjadi korban ini kalau bisa pulih dululah. Baru yang meninggal ini disantuni, baru yang terkait rumah-rumah yang sudah hancur ini direnovasi dulu sebagai bukti Pertamina bertanggung jawab atas kelalaian mereka,” kata Franky.