Korban Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila Minta Perlindungan LPSK

25 Februari 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Korban dugaan pelecehan seksual Rektor Universitas Pancasila Prof. Dr. Edie Toet Hendratno. SH. M,Si (72 tahun) alias ETH menyampaikan permohonan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dia meminta perlindungan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dibenarkan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi. Dia mengatakan, permintaan perlindungan tersebut diterima LPSK hari ini, Minggu (25/2).
“Baru tadi siang permohonannya masuk,” kata Edwin saat dikonfirmasi.
Permohonan tersebut, lanjut Edwin, akan segera ditelaah LPSK. Berdasarkan ketentuannya, LPSK akan mendalami sifat penting keterangan, situasi ancaman yang dihadapi, kondisi medis atau psikologis pemohon, hingga rekam jejak pemohon.
Edwin tak menyebut detail korban yang mengajukan permohonan. Dia hanya mengatakan bahwa permohonan baru dari satu korban.
Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno melalui kuasa hukumnya, Raden Nanda Setiawan, sudah buka suara terkait laporan polisi itu. Dia membantah adanya pelecehan seksual dimaksud.
“Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut,” kata Raden saat dikonfirmasi, Minggu (25/2).
ADVERTISEMENT

Dicium, Diremas Payudara

Ilustrasi pelecehan seksual di kantor. Foto: Shutter Stock
Pengacara korban, Amanda Manthovani, mengungkapkan bentuk dugaan pelecehan seksual itu.
Ada 2 karyawati yang menjadi korban.
Korban pertama mengaku mengalami pelecehan seksual pada Februari 2023, di ruangan rektor.
"Setelah dia (korban) masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang, sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan," kata Amanda kepada kumparan, Sabtu (24/2).
Korban pun mencatat perintah-perintah yang disampaikan rektor tersebut dalam buku catatan yang ia bawa. Tengah sibuk mencatat, tiba-tiba sang rektor pindah posisi dan duduk di sebelahnya.
"Enggak lama kemudian, dia sambil duduk nyatet-nyatet, tiba-tiba dia dicium sama rektor, pipinya," ungkap Amanda.
Atas perlakuan itu, korban langsung syok. Ia berdiri. Dalam benaknya, korban ingin langsung memarahi oknum rektor tersebut. Namun ia sadar pelaku adalah atasannya.
ADVERTISEMENT
Korban pun mencoba keluar dari ruangan rektor, namun dihalangi. Rektor itu kemudian meminta korban untuk meneteskan obat tetes mata.
"Katanya 'Mata saya merah enggak?'. Mbak korban bilang 'Enggak, Prof, enggak merah', 'Ya sudah nih tetesin dulu'. Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'Tetesin saya dulu baru keluar'," kata Amanda menirukan percakapan kliennya dengan rektor.
"Karena udah kejadian tadi dicium, dia enggak berani dong deket-deket. Jadi rektor duduk, korban berdiri, tapi posisi korban ada di samping kanannya rektor sambil agak menjauh. Tapi secara tiba-tiba tangan kanannya prof itu meremas payudara korban," ujar Amanda.
Peristiwa yang mirip juga dialami korban kedua. Ia merupakan pegawai honorer saat pelecehan terjadi, yakni sekitar Desember 2022.
ADVERTISEMENT
"Ia juga posisinya itu di ruangan (rektor) itu, dia mendadak dicium sama si pelaku itu. Memang dicium, tapi posisinya itu mukanya itu dipegangin terus diciumin," kata Amanda.
Tak lama setelah kejadian, korban kedua ini memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena merasa takut dengan oknum rektor itu.
Edie Toet Hendratno pun dilaporkan ke polisi. Korban pertama melapor ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024, korban kedua melapor ke Bareskrim Polri pada 29 Januari 2024.