Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Korupsi Pesawat, Emirsyah Satar Divonis 5 Tahun Penjara dan Bayar Rp 1,4 Triliun
31 Juli 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, divonis hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara. Hakim memutuskan Emirsyah terbukti bersalah melakukan pidana korupsi dalam pengadaan Sub 100 seater pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
ADVERTISEMENT
Emirsyah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menyatakan Terdakwa Emirsyah Satar tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum,” kata Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/7).
Selain hukuman badan dan denda, hakim juga menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti kepada Emirsyah sebesar 86.367.019 dolar Amerika Serikat atau setara Rp 1,4 triliun. Dengan ketentuan, apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan hukuman dua tahun penjara.
Dalam menjatuhkan vonis itu, hakim punya pertimbangan yang memberatkan dan meringankan.
ADVERTISEMENT
Hal yang memberatkan, Emirsyah selaku Dirut BUMN tidak berupaya mewujudkan semangat antikorupsi. Sementara hal yang meringankan, yakni Emirsyah bersikap sopan selama persidangan.
Adapun vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni delapan tahun penjara dengan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sekilas Kasus
Dalam kasus ini, Emirsyah Satar didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat pada PT. Garuda Indonesia tahun 2011-2021.
Pengadaan itu yakni 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011. Serta proses pengambilalihan pengadaan pesawat ATR72-600.
Rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut, baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi, diduga tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam tahapan perencanaan, diduga tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, serta tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD. Sementara dalam tahap evaluasi, diduga dilakukan mendahului RJPP dan/atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia.
Lantaran pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 diduga dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN, dan prinsip business judgement rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.
Kejaksaan Agung menilai hal ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar USD 609.814.504,00. Angka tersebut bila dirupiahkan kurang lebih sekitar Rp 9,3 triliun.
Nilai kerugian tersebut timbul karena pada satu sisi ada yang yang mengambil keuntungan secara ilegal dalam pengadaan pesawat di Garuda tersebut. Mereka yang diuntungkan dan diperkaya Satar adalah:
ADVERTISEMENT
Saat ini, Emirsyah Satar sedang mendekam di Lapas Sukamiskin terkait perkara lain di KPK. Pada kasus tersebut, Emirsyah terbukti menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Suap berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Pada perkaranya di KPK, Emirsyah juga dinilai terbukti melakukan pencucian uang yang nilainya hingga Rp 87.464.189.911.
Atas perbuatannya, Emirsyah dihukum 8 tahun penjara. Ditambah denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sejumlah SGD 2.117.315,27. Kini jika digabungkan dengan kasus terbarunya, Emirsyah divonis total 13 tahun penjara.