Korupsi Satelit Kemhan Mulai Disidangkan: Ada Terdakwa WN AS, Kerugian Rp 453 M

2 Maret 2023 23:40 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015 - 2016 menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/3).  Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015 - 2016 menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/3). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan tahun 2012 sampai 2021 mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kerugian negara dalam kasus ini diduga hingga ratusan miliar Rupiah.
ADVERTISEMENT
Ada empat terdakwa dalam kasus ini, yakni:
"Melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 453.094.059.540,68," kata penuntut koneksitas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dikutip dari Antara, Kamis (2/3).
Perbuatan para terdakwa itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 berdasarkan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 pada 12 Agustus 2022.
ADVERTISEMENT
Para terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

WN AS Jadi Terdakwa

Terdakwa konsultan tenaga ahli PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang juga warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat Thomas Van Der Heyden (kanan) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (2/3). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Salah satu terdakwa, Thomas Anthony Van Der Hyeden, tercatat merupakan warga negara Amerika Serikat. Saat bersidang secara terpisah dari 3 terdakwa lain, Thomas Anthony didampingi seorang penerjemah bernama Gunawan. Namun ia tidak didampingi penasihat hukum.
"Yang jelas saya sudah menerima surat dakwaan kemarin, dalam bahasa Indonesia, dan saya tidak memahami, karena saya membutuhkan yang bahasa Inggris. Padahal sudah dijanjikan nanti ada bahasa Inggrisnya, tapi saya tidak menerima Yang Mulia," kata Gunawan menerjemahkan pernyataan Anthony.
ADVERTISEMENT
"Itu nantilah karena bahasa Indonesia dia tidak begitu fasih, dalam pengucapan maupun dalam tata bahasanya," kata ketua majelis hakim Fazhal Hendri.
"Apakah di persidangan ini Saudara terdakwa akan didampingi oleh penasihat hukum atau pengacara?" tanya Fazhal.
"Untuk saat ini atau pada persidangan hari ini saya memang tidak ada pengacara tapi di persidangan minggu depan saya berharap keluarga atau teman-teman saya bisa mengatur menyiapkan lawyer untuk saya," jawab Anthony diterjemahkan Gunawan.
Terdakwa konsultan tenaga ahli PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang juga warga negara asing (WNA) asal Amerika Serikat Thomas Van Der Heyden (kanan) usai sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (2/3). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
"Jadi begini, sekalian ya, jadi sidang ini tidak bisa kita lanjutkan. Pertama, terdakwa ini menginginkan surat dakwaan yang sudah diterjemahkan, artinya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, jadi untuk minggu yang akan datang tetap dibacakan bahasa Indonesia dalam persidangan ini, tetapi dia pegang yang bahasa Inggrisnya. Jadi sekalian dia mempersiapkan dari keluarganya untuk didampingi oleh penasihat hukum, hari ini ternyata tidak satu pun ada di sini. apakah sebelumnya ada penasihat hukum?" tanya hakim Fazhal.
ADVERTISEMENT
"Sejak kemarin sudah tidak ada lawyer," jawab Anthony.
Anthony lalu mengatakan bahwa pengacara yang selama ini mendampinginya di tingkat penyidikan melakukan tindakan yang dianggap membahayakan dirinya oleh keluarganya.
"Ya kalau bahasa kampungannya gak nyaman saja, haha, ya kan enggak nyaman? Enggak happy saja. Oke enggak apa-apa, itu hak dia penuntut umum," sambut hakim Fazhal.
"Yang Mulia saya akan lakukan yang terbaik. walaupun saya tidak tinggal di sini, keluarga saya tidak di Indonesia, sudah sedikit komunikasi tapi saya akan lakukan yang terbaik untuk menyiapkan lawyer minggu depan," kata Anthony.
"Jadi cari pula orang Indonesia, nanti lawyer sana diterjemahkan lagi, haha (ketawa), jadi cara orang Indonesia, ya Pak tolong disarankan, nanti Bapak terjemahkan juga apa yang disampaikan," ungkap hakim Fazhal.
ADVERTISEMENT
Sidang pun ditunda ditunda hingga Kamis, 9 Maret 2023 pukul 10.00 WIB. Agendanya pembacaan dakwaan.
"Minggu depan sudah harus ada pengacaranya, minggu depan wajib karena ancaman hukumannya di dalam KUHP ini di atas 9 tahun (penjara) wajib didampingi oleh lawyer," kata hakim.

Hakim, Jaksa, Pengacara Koneksitas

Terdakwa Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto (kiri) berdiskusi dengan kuasa hukumnya dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (2/3/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Dalam kasus ini, terdapat satu terdakwa yang berasal dari militer. Yakni Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto. Jadi, perkara ini diadili oleh majelis hakim koneksitas atau terdiri dari hakim sipil dan militer.
"Pak Laksamana Muda Purnawirawan Agus Purwoto mungkin jadi pertanyaan bagi saudara, tapi mungkin sudah dijelaskan oleh penasihat hukumnya 'seharusnya saya disidangkan di pengadilan militer?', kalau ada pertanyaan seperti itu, ini perkaranya adalah perkara koneksitas berdasarkan Pasal 89 KUHAP dan seterusnya," kata ketua majelis hakim Fazhal Hendri.
ADVERTISEMENT
"Kalau kerugiannya lebih besar di umum maka disidangkan di pengadilan umum, tetapi dengan majelis koneksitas, demikian juga dari oditur militer dan jaksa penuntut umum," tambah hakim Fazhal.
Dalam persidangan tersebut, tidak hanya hakim yang merupakan koneksitas. Jaksa penuntut umum serta pengacara pun terlihat ada dari pihak militer.
Hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung maupun oditur militer dan juga penasihat hukum yang berasal dari militer dan sipil.
"Begitu Pak, kalau ada pertanyaan seumpama seperti itu ya, kalau kerugian lebih besar di TNI, maka disidangkan di Pengadilan Militer, demikian ya," ungkap hakim Fazhal.
"Saya paham Yang Mulia," jawab Agus.
"Sudah paham, saya tidak perlu menjelaskan lebih lanjut," kata hakim Fazhal yang juga bertugas di pengadilan militer tersebut.
ADVERTISEMENT

Duduk Perkara Kasus Satelit

Ilustrasi satelit. Foto: Adim Sadovski/Shutterstock
Kasus ini berawal ketika Satelit Garuda-1 mengalami keadaan yang tidak normal (thruster anomalies) dan bahan bakar (hydrazine) juga telah habis sehingga satelit tidak dapat bermanuver untuk menjaga stasiun (station keeping) tetap di slot orbitnya. Alhasil, direkomendasikan penonaktifan (decommission) Operasi Satelit Garuda-1.
Arifin Wiguna yang mengetahui Satelit Garuda-1 mengalami deorbit dari Slot Orbit 123 derajat BT kemudian mengirimkan surat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) saat itu Rudiantara. Ia bersurat atas nama PT DNK mengenai Pernyataan Minat dalam Pengembangan Slot Orbit untuk Layanan Satelit Mobile dan Spektrum Frekuensi Radio Pendukungnya.
Tim Kominfo lalu mengundang PT DNK, PT Pasifik Sarana Nusantara (PSN), dan PT Sarana Mukti Adijaya (SMA) untuk mengikuti Evaluasi Pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT.
ADVERTISEMENT
Dari penilaian yang dilakukan, disebutkan hanya PT DNK dan PT SMA yang telah menyatakan kesanggupan untuk menyewa satelit antara dan membangun satelit baru untuk Slot Orbit 123 derajat. Kemampuan itu disertai dengan permintaan kontribusi pemerintah. Dengan demikian, pemerintah dapat memilih PT DNK atau PT SMA untuk menjadi operator yang dapat menggunakan filing satelit Garuda-2.
"Kemudian terdakwa Arifin Wiguna menemui saksi Rudiantara selaku Menkominfo untuk memastikan PT DNK dapat mengelola Slot Orbit 123 derajat BT dan menjadi operator Filing satelit Garuda-2, namun saksi Rudiantara menyatakan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT telah diserahkan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan) kemudian Terdakwa II Arifin Wiguna berusaha mencari informasi terkait pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT," ungkap penuntut koneksitas.
Terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015 - 2016 menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/3). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Selanjutnya Arifin Wiguna bersama Surya Cipta Witoelar dan Thomas Anthony menemui Laksma Agus Purwoto selaku Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (Kuathan). Mereka menjelaskan langkah PT DNK untuk penyelamatan Slot Orbit 123 derajat BT dan dukungan konsultan ahli satelit dan para investor. Dengan pembagian 40 persen untuk kepentingan Kemhan dan sisanya 60 persen untuk kepentingan komersil.
ADVERTISEMENT
Agus Purwoto menyatakan tidak mampu dan tidak berencana untuk pengadaan satelit pada Slot Orbit 123 derajat BT karena Kemhan tidak mempunyai anggaran dan tidak memiliki tim yang memahami mengenai satelit. Namun Arifin Wiguna tetap meyakinkan Agus Purwoto untuk mengelola Slot Orbit 123 derajat BT demi menyelamatkan kedaulatan negara.
"Sehingga terdakwa I Laksma Agus Purwoto bersedia untuk mengelola Slot Orbit 123 derajat BT bersama dengan PT DNK," tambah penuntut koneksitas.
Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas Anthony lalu kembali melakukan pemaparan pada 8 Juni 2015 untuk merealisasikan penyelamatan Slot Orbit 123 derajat BT dan spektrum frekuensi L-band milik Indonesia.
Terdakwa Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto (tengah) berjalan usai berdiskusi dengan kuasa hukumnya dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (2/3/2023). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Ketiganya mengatakan bahwa Slot Orbit 123 derajat BT akan hilang apabila tidak diperjuangkan oleh Kemhan sebagai operator, dan kewajiban operator adalah mengisi Slot Orbit 123 derajat BT dengan satelit sebelum Januari 2018. Mereka mengacu Pasal 11.49 Radio Regulation International Telecommunication Union (ITU), karena Slot Orbit 123 derajat BT tidak berfungsi apabila tidak memiliki spektrum yang pembagiannya diatur dalam ORM.
ADVERTISEMENT
Agus Purwoto lalu menetapkan Ali Reza Shoamenesh dari perusahaan operator satelit Telesat di Ottawa, Kanada, dan Randy S. Segal dari Kantor Hukum Hogan Lovells di Virginia, Amerika Serikat sebagai peserta ORM.
Guna mengikuti pertemuan ORM 17-2 pada 7-10 Desember 2015 di London, Inggris, hingga dapat masuk sebagai partisipan aktif dalam Working Group Spectrum Sharing Arrangement (SSA), maka Kemhan melakukan pengadaan barang dan jasa untuk pembuatan satelit yang dimenangkan oleh Perusahaan Airbus.
"Sesuai hasil pertemuan ORM 17-1 yang tidak mensyaratkan untuk dilakukan penyewaan Satelit Floater, namun Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar, dan Thomas Anthony Van Der Heyden memaparkan tentang poin solusi PT DNK yaitu 'DNK siap untuk meluncurkan satelit MSS L-Band baru di Orbital 123 derajat BT dan apabila dibutuhkan menempatkan satelit sementara sambil menunggu peluncuran satelit permanen' dengan cara meminta Agus Purwoto melakukan penyewaan satelit Artemis," ungkap penuntut koneksitas.
ADVERTISEMENT
Setelah mendengarkan paparan tersebut, Agus Purwoto sepakat melakukan penyewaan satelit. Agus bersama Laksma Lisyanto pergi ke Uni Emirat Arab dengan tujuan untuk menyewa satelit sementara milik perusahaan Thuraya, akan tetapi perusahaan Thuraya tidak bersedia.
Alhasil Thomas Anthony, Arifin Wiguna, Surya Cipta dan Agus Purwoto menyepakati untuk menyewa Satelit Artemis milik Avanti Communications Limited, Perusahaan Operator Satelit dari London, Inggris.
Draf kontrak penyewaan satelit Artemis disusun Thomas Anthony Van Der Heyden dan Surya Cipta Witoelar dan dibahas dengan pihak Avanti Communications Limited.
ADVERTISEMENT
Perusahaan Avanti Communications Limited menyetujui akan menandatangani kontrak apabila Kemhan yang diwakili Agus Purwoto bersedia untuk membayar terlebih dahulu biaya pemindahan Satelit Artemis dari Slot Orbit 23.5 derajat E ke Slot Orbit 123 derajat BT sebesar USD 2,5 juta.
ADVERTISEMENT
Surya Cipta Witoelar juga mengatakan kepada Agus bahwa tanpa surat kontrak sewa Artemis, maka dalam forum ORM nanti Slot Orbit Indonesia 123 derajat BT akan diambil alih oleh pihak operator lainnya. Sehingga Agus Purwoto menandatangani kontrak penyewaan satelit Artemis tersebut disaksikan Thomas Anthony, Surya Cipta Witoelar, Kolonel Bursok Pardede, dan Kolonel Anom PErmadi.
"Terdakwa I Agus Purwoto menyadari bahwa penandatanganan kontrak penyewaan satelit Artemis akan menimbulkan masalah di kemudian hari," ungkap penuntut umum.
Agus lalu memimpin delegasi Indonesia pada pertemuan ORM 17 pada 7 Desember 2015. Namun proses ORM 17-2 hanya terhenti di agenda 5.1 sedangkan agenda selanjutnya tidak dapat dilakukan.
"Kenyataannya kontrak penyewaan Satelit Artemis yang ditandatangani Agus Purwoto tersebut tidak memberikan manfaat bagi Operator Indonesia masuk dalam 'Working Group' SSA. Selain itu usia satelit Artemis milik Perusahaan Avanti Communications Limited pada 2014 sudah tidak layak untuk digunakan (retired), sehingga wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit Garuda-2 di Slot Orbit 123 derajat BT dan spesifikasi Satelit Artemis milik Perusahaan Avanti Communications Limited tidak sesuai dengan spesifikasi Satelit Garuda-1," jelas penuntut umum.
ADVERTISEMENT
Mengorbitnya Satelit Artemis pada Slot Orbit 123 derajat BT pada 12 November 2016, justru tidak dapat memperpanjang masa suspensi filing Garuda-2 di Slot Orbit 123 derajat BT untuk 300 MHz filing C-Band.
Namun Kemhan tetap melakukan pembayaran kontrak sewa satelit Artemis kepada Avanti Communication Limited sebesar USD 2.252.187,83 pada 22 April 2016. Tujuannya agar Avanti Communications Limited segera memindahkan Satelit Artemis dari Slot Orbit 21,5 derajat BT ke Slot Orbit 123 derajat BT.
Avanti Communication Ltd kembali menagih pembayaran ke Kemenhan sebesar USD 10.000.506,69 pada Agustus 2016. Namun karena tidak ada anggaran, maka Kemhan menggunakan Dana Pembiayaan Luar Negeri (BIALUGRI) untuk membayarnya pada 31 Agustus 2016 yakni setara Rp 133.676.772.925,23.
ADVERTISEMENT
Kemhan kembali mengeluarkan sewa satelit pada 5 Desember 2016 sebesar Rp 134.266.802.820. Namun uang pembayaran tersebut dibuat seolah-olah dibayarkan kepada Avanti Communication Limited, padahal kenyataannya disetorkan ke rekening dana BIALUGRI. Sisa anggaran sebesar Rp 20.255.408.347 dibayarkan kepada Kantor Hukum Hogan Lovells selaku Konsultan Satelit Kemhan.
Seluruh pembayaran sewa kontrak sewa satelit Artemis termasuk pembayaran masa sewa kontrak satelit Artemis untuk periode II dari 9 Mei 2017-9 Mei 2018. Namun kenyataannya satelit Artemis telah keluar dari Slot Orbit 123 derajat BT pada 1 November 2017.
Sejak 9 Juli 2018, Kemhan tidak lagi membayar sewa satelit Artemis melalui DIPA. Sehingga Kemhan digugat oleh Avanti Communications Limited pada Arbitrase International London.
Hasilnya, diputuskan Kemhan wajib membayar Avanti Communications Limited sebesar USD 19.862.485 atau Rp 289.654.624.442. Sehingga Kemhan menganggarkan kembali pembayaran sewa satelit senilai Rp 289.654.624.442 dan dibayar ke Avanti Communication Ltd sebesar Rp 453.094.059.540,68.
ADVERTISEMENT
Perbuatan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 pada 12 Agustus 2022.
Karena para terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 9 Maret 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi. Kecuali Thomas Anthony Van Der Hyeden yang disidang terpisah.