Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Korupsi Solar Subsidi di Kolaka Rp 105 M: GPS Dimatikan, Dijual Harga Nonsubsidi
3 Maret 2025 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Bareskrim Polri mengungkap modus penyelewengan solar subsidi yang terjadi di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pelaku mematikan GPS pada truk tangkinya untuk dapat membawa solar subsidi tersebut ke gudang penimbunan.
ADVERTISEMENT
Di gudang penimbunan tersebut pelaku memindahkan solar subsidi ke mobil tangki solar industri untuk kemudian dijual dengan harga nonsubsidi.
“Modus mematikan GPS dalam jangka waktu 2 jam dan 27 menit tersebut diduga terjadi pemindahan isi muatan BBM subsidi dari tangki merah ke tangki biru yang berlangsung di gudang ilegal penimbunan BBM saudara BKR,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/3).
Nunung menjelaskan solar B35 tersebut seharusnya dikirim ke SPBU dan SPBN, tapi malah dikirim ke gudang penimbunan. GPS di truk itu dimatikan saat mobil mendekati gudang.
Selain itu, ditemukan juga fakta bahwa beberapa truk tangki yang digunakan PT IP untuk mengangkut solar subsidi tidak dipasangi GPS. Maka itu sulit untuk pemantauan.
ADVERTISEMENT
“Selain hal tersebut pada truk tangki pengangkut BBM bersubsidi di bawah pengelolaan PT IP yang telah dilakukan bersama dengan pihak ketiga terdapat fakta tidak terpasangnya GPS pada truk tangki yang dikelola oleh PT IP,” ujarnya.
“Jadi truk tangki warna merah itu dilepas GPS-nya. Kesimpulan dari kegiatan tersebut diketahui bahwa peristiwa tersebut diduga merupakan dugaan tindak pidana,” tambahnya.
Nunung bilang penyelewengan itu sudah terjadi selama dua tahun. Mereka menjual solar subsidi seharga Rp 6.800 dengan harga nonsubsidi yakni Rp 19.300.
"Jadi per liter itu selisihnya adalah Rp12.550. Dengan asumsi sesuai dengan data buku yang kita dapat di gudang bahwa dalam sebulan mereka bisa mendapatkan 350.000 liter, maka sebulan kita kalikan Rp 12.550 dengan 350.000 liter, maka keuntungannya ada Rp4.392.500.000," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut jika dikalikan dua tahun sesuai pengakuan pelaku, kata Nunung maka pelaku meraup keuntungan mencapai Rp 105 miliar.
4 Pihak Terlibat
Dalam kasus ini, polisi menduga keterlibatan beberapa pihak, di antaranya BK sebagai pemilik gudang penimbunan ilegal, A sebagai pemilik SPBU Nelayan, T sebagai pemilik armada truk tangki, serta oknum pegawai PT Pertamina Patra Niaga yang diduga membantu penebusan BBM subsidi.
“Rekan-rekan sekalian maka kami akan melakukan proses penyidikan pada pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat dalam penyalahgunaan BBM jenis solar bersubsidi,” kata Nunung.
Dalam kasus ini, terdapat dugaan tindak pidana pada Pasal 40 Ayat 9 Undang-Undang nomor 6 Tahun 2023 dan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta kerja atas perubahan ketentuan pasal 55 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
ADVERTISEMENT