Koster Minta Produksi Arak Gula di Karangasem Tutup, Matikan Branding Arak Bali

21 Februari 2022 12:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bali Wayan Koster.  Foto: Pemprov Bali
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bali Wayan Koster. Foto: Pemprov Bali
ADVERTISEMENT
Gubernur Bali I Wayan Koster menyoroti maraknya industri rumahan di Kabupaten Karangasem yang memproduksi arak gula.
ADVERTISEMENT
Ia meminta petugas dari Disperindag dan Satpol PP segera menutup industri rumahan tersebut. "Sekali lagi jangan takut, karena kita harus melindungi yang besar dan yang lebih mulia," kata dia dalam rilisnya, Senin (21/2).
Menurutnya, industri arak gula bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali serta memfasilitasi Peralatan Destilasi kepada Kelompok Perajin Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Petani arak di Desa Besan Kanginan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali. Foto: Dok. Istimewa
Industri arak gula tersebut juga memberikan dampak buruk lainnya. Yakni, mengancam kesejahteraan petani arak, merusak harga pasar, dan berbahaya bagi kesehatan karena arak gula menggunakan ragi sintesis yang terbuat dari bahan kimia.
"Ini mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal dan mematikan cita rasa dan branding arak Bali," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jangan biarkan begini-begini, apa tega kita merusak warisan leluhur kita, apa tega kita merusak produksi tradisional arak kita yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan memberikan cita rasa yang luar biasa sampai dikenal," sambung Koster.
Di Karangasem ada 1.798 petani arak yang tersebar di 6 kecamatan. Mereka memanfaatkan bahan baku seperti nira aren atau jaka, kelapa, mete, dan rontal.
Sementara itu, Bupati Karangasem Gede Dana mengatakan, para petani arak biasanya mulai mencari bahan baku sekitar pukul 04.00 WITA. Mereka memanjat sekitar 15 pohon kelapa setiap hari.
Para petani tersebut menjual arak Bali senilai Rp 10 ribu per botol dengan ukuran 750 cc, sedangkan produsen arak gula Rp 10 ribu per botol yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
“Kami sudah berkali-kali memarahi, namun tetap saja mereka memproduksi, dan saya sempat berpikir apakah boleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP kami minta bertugas menjaga di pintu keluar menuju Kabupaten/Kota di Bali dan kami setop kendaraan yang membawa dirigen arak berbahan baku gula ini?” kata dia.