KPAI: Homeschooling untuk Tiga Anak Pengidap HIV Tidak Tepat

27 Oktober 2018 18:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Waspada Moms, tas sekolah anak yang terlalu berat bisa membuat anak sakit. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Waspada Moms, tas sekolah anak yang terlalu berat bisa membuat anak sakit. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus memantau perkembangan kasus diskriminasi yang dialami tiga anak yatim piatu pengidap HIV, yaitu S (7), H (11), dan SA (10) di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Perkembangan terakhir, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan, Komite AIDS HKBP telah menemui Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir dan pihak kepolisian terkait kelanjutan pendidikan ketiga anak tersebut. Dalam pertemuan itu, Dinas Pendidikan tetap kekeh memberikan alternatif pendidikan dengan homeschooling atau kejar paket A.
KPAI menyesalkan keputusan ini, karena homeschooling dinilai tidak tepat dan berpotensi kuat melanggar hak anak.
"Kemungkinan besar, pengusul homeschooling tidak memahami bahwa sistem ini membutuhkan pendampingan dan peran orang tua. Sementara anak-anak ini sudah tidak memiliki orang tua," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/10).
Homeschooling berdampak positif bagi anak (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Homeschooling berdampak positif bagi anak (Foto: Thinkstock)
Retno menjelaskan, homeschooling merupakan sistem pendidikan di mana satu keluarga bertanggung jawab atas pendidikan anak dan mendidik anaknya berbasis rumah. Hal inilah yang menurut Retno tidak bisa diterapkan kepada tiga anak itu.
ADVERTISEMENT
"Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak. Sementara pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah. Ketiga anak tersebut sudah tidak memiliki orang tua, lalu siapa yang akan bertanggungjawab atas proses pendidikan anak tersebut di tempat tinggalnya nanti," tuturnya.
Meski berbasis pada pendidikan di rumah, homeschooling memang tidak selalu menjadi tanggung jawab orang tua. Guru privat bisa saja dipanggil ke rumah, atau mendaftarkan anak untuk mengikuti les.
Namun, menurut Retno, hal itu juga sulit dilakukan apabila anak telah ditolak di lingkungan tempatnya tinggal. Sehingga, Retno mendorong agar pemerintah setempat dapat mempertimbangkan lagi usulan mereka, sekaligus mempertimbangkan dari faktor psikologis untuk tumbuh kembang ketiga anak itu.
ADVERTISEMENT
"Mereka lebih bahagia jika bersekolah di sekolah reguler/umum karena dapat bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya secara maksimal. Selain itu dapat juga mengembangkan diri sehingga potensinya dapat optimal. Untuk kepentingan terbaik bagi ketiga anak tersebut, maka sekolah reguler atau umum adalah pilihan yang tepat," jelasnya.
Lebih lanjut, KPAI juga mengapresiasi tindakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang akan menegur keras Pemkab Samosir untuk segera melindungi dan memenuhi hak ketiga anak itu.
"KPAI mendorong negara untuk memenuhi hak ketiga anak tersebut agar bisa bersekolah di sekolah umum dan diperlakukan wajar seperti anak-anak pada umum serta tidak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif," pungkasnya.