Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
KPAI Imbau Guru dan Sekolah Bersikap Netral dalam Pemilu 2019
15 Oktober 2018 6:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB

ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan oknum tenaga pendidik yang mendoktrin pandangan politiknya di Pilpres 2019 kepada para siswa dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas. Sejauh ini, Ketua KPAI Restno Listyarti telah menerima sejumlah laporan tentang penggiringan opini politik sejumlah guru tersebut.
ADVERTISEMENT
Misalnya, baru-baru ini, seorang guru agama berinisial N di SMAN 87 Jakarta, menyampaikan pendapatnya terkait salah satu pasangan calon presiden di depan para siswa. Saat menampilkan video gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, N diduga menyebut bencana dan seluruh korban yang meninggal dunia, akibat Presiden Joko Widodo. Di kasus ini, N telah meminta maaf dan menyurati Jokowi.
Belajar dari peristiwa ini, Retno mendorong kepala dinas pendidikan di berbagai wilayah, untuk mengingatkan seluruh kepala sekolah dan guru agar bersikap netral dalam pemilu 2019. Terutama, kata Retno, untuk para pendidik dan tenaga kependidikan berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
"KPAI mendorong para guru, baik guru PNS maupun non-PNS untuk mematuhi ketentuan bahwa lembaga pendidikan (sekolah) haruslah bersih atau steril dari kepentingan politik dan politik praktis. Anak-anak harus dilindungi dari pengaruh buruk berupa ujaran kebencian. Anak-anak seharusnya dipertontonkan demokrasi yang terbuka, jujur dan menghargai Hak Asai Manusia (HAM) siapapun. Guru sangat strategis dalam memperkuat demokrasi dan nilai-nilai kemanusian," ujar Retno dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (15/10).
ADVERTISEMENT
“Guru seharusnya tidak membawa pandangan politiknya ke dalam kelas, apalagi jika dibumbui dengan ujaran kebencian pada calon tertentu. Guru harus memberikan contoh sikap dan perilaku yang baik kepada murid-muridnya karena dia adalah model yang ditiru oleh peserta didiknya,” tutur Retno.

Masih merujuk laporan KPAI, di kasus itu, N dituduh telah mempengaruhi para siswanya untuk tidak memilih salah satu capres dengan menanamkan nilai-nilai kebencian. Kamis (11/10) lalu, KPAI telah mengunjungi SMAN 87 Jakarta, dan menemui kepala sekolah serta sejumlah guru. Pihak sekolah pun cukup kooperatif dan memberikan kronologi peristiwa itu.
Adapun, pihak sekolah menerima laporan perilaku N dari salah satu orang tua siswa melalui aplikasi Short Message Service (SMS). Dalam pesan itu, orang tua tersebut meminta kepala sekolah membina N karena diduga telah menggiring opini politik.
ADVERTISEMENT
Pada Senin (8/10), kepala sekolah memanggil sekaligus membina N. Pihak sekolah juga meminta klarifikasi atas pengaduan orangtua siswa dan membacakan sanksi bagi PNS yang tidak netral dalam pemilu, sebagaimana diatur dalam PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. “Sampai di sini, kepala sekolah sudah melaksanakan tugas dan fungsinya (tusi), yaitu pembinaan terhadap bawahannya langsung,” kata Retno.
"Kepala sekolah juga sebelum kejadian yang menghebohkan ini, sempat melakukan supervisi langsung ke kelas guru N saat mengajar dan saat itu tidak menemukan keganjilan dalam menyampaikan pembelajaran. Bbahkan kepala sekolah sempat memuji guru N karena kreatif menggunakan media pembelajaran dalam menyampaikan materi,” ungkapnya.
Kepala sekolah lalu mewawancarai secara acak kepada lima siswa yang diajar N untuk menggali informasi kebenaran dari laporan yang diterima. Hasilnya, satu dari lima anak mengakui bahwa N terkadang berbicara politik saat menyampaikan pembelajaran dan mengarahkan siswa untuk memilih capres tertentu.
ADVERTISEMENT
Masih menurut keterangan siswa, N juga membahas tentang bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala dengan menampilkan video. Saat memutar video itu, N menyatakan, banyaknya tempat perjudian dan tempat maksiat lainnya menjadi pemicu terjadinya bencana alam di Palu dan Donggala.

Sejauh ini, N sudah dimintai keterangan dan pembinaan dari Kepala Seksi PTK dan Kepla Seksi Dikmen Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan pada Selasa (9/10) didampingi oleh Kepala Sekolah. Di atas materai 6000, N membuat pernyataan dan menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh pihak.
Retno memaparkan, jauh sebelum kasus ini, pihaknya juga pernah mendapat laporan kasus serupa, tepatnya, di salah satu sekolah dasar swasta di Bekasi. Diduga, seorang guru yang baru dilantik sebagai kepala sekolah memulai pidato pertamanya saat upacara dengan ajakan jangan memilih capres tertentu.
ADVERTISEMENT
"Anak usia SD jelas belum memiliki hak pilih dalam pemilu, lalu untuk apa mempengaruhi memilih calon tertentu dihadapan anak-anak SD?" kata Retno.
Selain itu, KPAI juga menerima laporan seorang guru yang mengirimkan bukti foto percakapan grup para guru di sekolahnya, dengan berbagai postingan dan berbagai link berita yang menyudutkan. Bahkan, tutur Retno, kerap mengarah pada ujaran kebencian terhadap capres tertentu.
"Karena ujaran kebencian di posting hampir setiap hari oleh para anggota grup secara bergantian, maka si pelapor menjadi khawatir jika pandangan politik dan kebencian para guru tersebut berpotensi akan di sampaikan juga ke ruang-ruang kelas saat mereka mengajar," ungkapnya.