KPAI Kritik Kemendikbud yang Izinkan Sekolah Tatap Muka di Zona Kuning

7 Agustus 2020 20:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner bidang pendidikan Retno Listyarti saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemendikbud mengizinkan sekolah yang berada di zona kuning dan hijau untuk kembali menggelar pembelajaran tatap muka. Keputusan Kemendikbud ini mendapatkan kritik dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
ADVERTISEMENT
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, keputusan tersebut sangat berisiko bagi anak-anak. Sebab jika melihat data dari Gugus Tugas COVID-19, sekolah yang diizinkan untuk kembali menggelar pembelajaran tatap buka berada di 249 kabupaten/kota atau 43 persen jumlah peserta didik.
“KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama di masa pandemic saat ini. Apalagi Dokter Yogi dari IDAI dalam rapat koordinasi dengan Kemendikbud beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa anak-anak yang terinfeksi COVID-19 ada yang mengalami kerusakan pada paru-parunya,” kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/8).
Selain itu, kata Retno, anak juga berpotensi menularkan COVID-19 ke orang yang rentan sehingga tingkat kematian terus meningkat, dan menyebabkan pandemi ini tak kunjung berakhir.
ADVERTISEMENT
Dalam SKB 4 Menteri (Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri) Nomor 01/KB/2020, Nomor 516 Tahun 2020, Nomor HK.03.01/Menkes/363/2020, dan Nomor 440-882 tanggal 15 Juni 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran baru 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19, maka pembukaan sekolah hanya diperkenankan di zona hijau, dilakukan secara bertahap mulai dari jenjang SMA/SMK dan SMP, dan sekolah harus memenuhi semua daftar periksa dan siap pembelajaran tatap muka, serta orang tua murid setuju pembelajaran tatap muka.
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
Menurut Retno, jika pada akhirnya pemerintah memperbolehkan sekolah di zona kuning dan hijau dapat kembali beraktivitas, seharusnya SKB 4 Menteri tersebut dievaluasi terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan perbaikan pada pengalaman atau praktik di sekolah-sekolah atau daerah-daerah yang membuka sekolah di zona hijau. Namun sayangnya, proses tersebut tak pernah disampaikan ke publik.
ADVERTISEMENT
Padahal, berdasarkan hasil pengawasan KPAI di 15 sekolah di wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta, hanya 1 sekolah saja yang siap dan memenuhi daftar periksa, yaitu SMKN 11 Kota Bandung.
“Dalam bulan Agustus 2020 ini, KPAI akan terus melanjutkan pengawasan langsung ke berbagai sekolah di Serang, Subang, Kota Bekasi, Kota Bogor, Brebes, Bengkulu, Lombok, dan lain-lain,” tuturnya.
Retno mengungkapkan sudah ada kasus positif setelah sekolah dibuka untuk pembelajaran tatap muka. Misalnya di Pariaman, Sumatera Barat, yang ada satu guru dan satu operator sekolah yang positif COVID-19 ketika proses pembelajaran sudah berjalan selama 1 minggu.
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
Kasus yang sama juga terjadi Tegal. Padahal Tegal termasuk zona hijau, namun ada satu siswa terinveksi COVID-19 setelah 2 minggu masuk sekolah.
ADVERTISEMENT
“Artinya kalau ada 1 siswa terinfeksi, maka 30 siswa lain harus dites. Kalau belum terbukti terinfeksi COVID-19, maka biaya tes tidak ditanggung pemerintah pusat. Jadi kalau pas buka sekolah dan ternyata ada kasus COVID-19, siapakah yang akan menanggung biaya tes untuk 30 anak/guru di kluster tersebut?” ujarnya.

KPAI Apresiasi Kurikulum Darurat, Namun Pelaksanaannya Tidak Tegas

Di sisi lain, KPAI mengapresiasi Kemendikbud yang mengeluarkan kurikulum darurat bagi sekolah yang masih belajar dari rumah. KPAI masih belum mendapatkan salinan Permendikbud soal standar isi kurikulum darurat dan menyoroti sejumlah hal.
Salah satunya adalah tidak tegasnya Kemendikbud bahwa kurikulum darurat ini harus digunakan seluruh sekolah dan hanya menjadi kurikulum alternatif. Retno mengatakan, tidak boleh ada pelaksanaan kurikulum berbeda dalam satu tahun ajaran baru karena akan membingungkan guru dan sekolah.
ADVERTISEMENT
Hal ini, kata Retno, pernah terjadi saat Mendikbud dijabat oleh Anies Baswedan, ketika ada dua kurikulum yang berlaku yaitu Kurikulum 2013 dan Kurikulum KTSP.
“Situasinya darurat. Jadi untuk meringankan guru, siswa, dan orang tua maka kurikulum yang harusnya diberlakukan adalah kurikulum dalam situasi darurat di seluruh Indonesia,” tegasnya.
****
Saksikan video menarik di bawah ini: