KPAI Nilai Lemahnya Pengawasan Orang Tua Picu Tren Duel Ala Gladiator

28 November 2017 16:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi gelar kasus pembunuhan siswa SMP. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi gelar kasus pembunuhan siswa SMP. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, tarung ala gladiator kembali terjadi. Peristiwa itu dialami MRS, siswa Madrasah Tsanawiyah di Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/11) lalu. Dalam duel tersebut, dua sekolah MTs ini, masing-masing menyodorkan tiga jagoannya untuk berduel. Namun saat akan dimulai, dua siswa teman korban MRS melarikan diri. Sedangkan nyawa MRS tidak dapat tertolong.
ADVERTISEMENT
"Teknisnya adalah 3 lawan 3 menggunakan celurit, setelah sekian waktu melakukan duel 3 Vs 3, dua dari rekan korban itu mundur melarikan diri sehingga tinggal korban yang tertinggal di TKP, tempat arena tersebut. Oleh karena itu, saat korban terjatuh disabet sekitar pinggang terus tambahan sabetan dari dua teman lainya," ujar Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky dalam jumpa pers di Mapolres Bogor, Selasa (28/11).
Peristiwa ini diduga lantaran mereka saling mengejek lewat jejaring Facebook. Menyikap hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk turun bersama melakukan investigasi. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, tren ini terjadi akibat lemahnya pengawasan orang dewasa di sekitar, baik di sekolah, rumah, maupun di masyarakat.
Polisi gelar kasus pembunuhan siswa SMP. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi gelar kasus pembunuhan siswa SMP. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
"Mengingat kejadiannya sekitar pukul 16.30 WIB dan terjadi di lapangan, tempat terbuka tarung semacam ini umumnya terjadi di luar sekolah dan di luar jam sekolah, sehingga pengawasannya melibatkan orang tua dan masyarakat sekitar," ujar Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/11).
ADVERTISEMENT
Menurut Retno, orang tua seharusnya memiliki kepekaan. Lantaran, pertarungan ini biasanya sudah direncanakan jauh-jauh hari. Retno pun juga meminta masyarakat untuk peduli dengan lingkungan sekitar, terlebih saat ada segerombol anak-anak dengan tingkah mencurigakan.
"Masyarakat juga seharusnya peka jika melihat di tempat umum ada lebih dari 10 anak berkumpul, seharusnya dibubarkan atau segera lapor pihak berwenang, seperti RT/RW atau kepolisian, sehingga bisa dicegah. Jangan cuek terhadap fenomena seperti ini," tuturnya.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti (Foto: Instagram/retno_listyarti13)
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti (Foto: Instagram/retno_listyarti13)
Sementara menurutnya, guru sebagai orang tua murid di sekolah, seharusnya ikut andil dalam mengontrol emosi siswa. Keterlibatan siswa senior dan alumni, kata dia, sangat dimungkinkan dalam skenario tarung ala gladiator.
Selain itu, Retno menilai bahwa sistem persekolahan yang mengutamakan nilai dan akademik, akan berpengaruh untuk anak-anak tertentu yang membutuhkan eksistensi.
ADVERTISEMENT
"Kecerdasan itu bukan hanya akademik, namun di negeri ini kurang diakui kecerdasan lain seperti motorik kecerdasan dalam hal olahraga dan seni,"kata Retno.
Konpers KPAI terkait Full Day School (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers KPAI terkait Full Day School (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
"Adu kekebalan yang diyakini oleh anak-anak tersebut adalah merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan kita tidak kritis dan analitis,"tutupnya.
Tiga siswa lainnya terlibat dalam penganiayaan MRS, ditetapkan tersangka. Aturan penetapan tersangka tentunya diatur sesuai UU Perlindungan Anak.
Sebelum peristiwa ini, kasus duel gladiator juga pernah menewaskan seorang siswa bernama Hilarius Event Raharjo, Kamis (2/11) lalu. Hakim memvonis terdakwa HK 2 tahun penjara, dan terdakwa BV 2 tahun 6 bulan penjara.