KPI Dukung Gugatan RCTI-iNews di MK: Kesetaraan Perlakuan untuk Media Baru

31 Agustus 2020 13:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPI Yuliandre Darwis (kanan) menghadiri Diskusi FMB 9 dengan tema 'Pers di pusaran Demokrasi'. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPI Yuliandre Darwis (kanan) menghadiri Diskusi FMB 9 dengan tema 'Pers di pusaran Demokrasi'. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gugatan dua stasiun televisi swasta, RCTI dan iNews, terhadap UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) membuat resah masyarakat, khususnya content creator.
ADVERTISEMENT
Sebab menurut pemerintah yang diwakili Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, Ahmad M Ramli, menyatakan apabila gugatan dikabulkan MK, seluruh lembaga yang memiliki kanal media sosial, termasuk perorangan, harus memiliki izin penyiaran dari Kominfo apabila ingin live streaming.
Meski gugatan tersebut mayoritas ditanggapi negatif, tak demikian menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyatakan pihaknya mendukung gugatan tersebut. Alasannya, harus ada kesetaraan perlakuan baik terhadap TV maupun platform media baru seperti YouTube, Instagram, Facebook yang merupakan layanan Over The Top (OTT).
"Kesetaraan (untuk) media baru berarti apa? dukung kan. Cuma KPI enggak mau terjebak isu seolah-olah KPI mendesain. KPI kan pelaksana mandat, tunggu putusan (MK). Nanti kalau kita terlalu ini kan nanti KPI dibilang rekayasa, menyuruh RCTI-iNews (menggugat)" ujar Andre -demikian ia disapa- kepada wartawan pada Senin (31/8).
Ilustrasi Instagram. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Andre menyatakan, perlakuan terhadap seluruh lembaga penyiaran, termasuk OTT, haruslah sama. Sehingga jika MK mengabulkan gugatan tersebut dan OTT termasuk lembaga penyiaran, KPI siap mengawasi.
ADVERTISEMENT
Andre menyatakan, maksud mengawasi yakni memberikan pedoman terhadap entitas OTT agar mematuhi norma penyiaran di Indonesia. Pengawasan tersebut, kata Andre, bukanlah mengontrol setiap konten yang dihasilkan.
"Ini kayak kode etik. Mana ada KPI kontrol substansi, KPI itu kasih guidance (seperti) tolong jangan ada (adegan) seks dll," ucapnya.
Andre menambahkan, apabila gugatan tersebut dikabulkan, KPI berkomitmen tidak akan mengebiri para content creator. Justru, kata dia, KPI mendukung tumbuhnya industri OTT, termasuk content creator.
Ilustrasi menonton TV. Foto: Shutter Stock
Ia mencontohkan keberadaan KPI yang mendukung industri bisa dilihat dari jumlah stasiun TV yang saat ini ada. Andre menyebut dahulu jumlah TV hanya bisa dihitung dengan jari, saat ini justru bertumbuh pesat mencapai lebih dari 1.000 TV.
ADVERTISEMENT
"(Contoh) dengan adanya KPI TV malah bertumbuh 1.106 T. Enggak pernah KPI membunuh," tutupnya.