KPI Harap Gugatan RCTI-iNews Dikabulkan MK: Content Creator Justu Dilindungi

31 Agustus 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menghadiri Diskusi FMB 9 dengan tema 'Pers di pusaran Demokrasi'. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menghadiri Diskusi FMB 9 dengan tema 'Pers di pusaran Demokrasi'. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Gugatan 2 stasiun TV swasta, RCTI dan iNews, terhadap UU Penyiaran masih bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun kekhawatiran apabila gugatan itu dikabulkan MK sudah ramai diperdebatkan.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran yang muncul yakni apabila gugatan tersebut dikabulkan, kreatifitas content creator bakal dikebiri dan mereka tak lagi bebas membuat konten. Kekhawatiran tersebut dilatarbelakangi tanggapan pemerintah di sidang MK pada Rabu (26/8).
Pemerintah yang diwakili Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo, Ahmad M Ramli, menyatakan apabila gugatan dikabulkan MK, seluruh lembaga yang memiliki kanal media sosial, termasuk perorangan, harus memiliki izin penyiaran dari Kominfo apabila ingin live streaming.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mendukung gugatan tersebut menyatakan isu tersebut tidak benar. Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan apabila gugatan itu dikabulkan, justru para content creator bakal dilindungi KPI.
Andre -demikian ia disapa- menyatakan, jika nantinya konten yang tayang dianggap bermasalah, content creator tidak akan mudah dilaporkan atau dipidana melalui UU ITE seperti yang terjadi saat ini. KPI bakal melindungi mereka dari jeratan UU ITE dengan memberi peringatan. Ia menyebut perlindungan tersebut layaknya wartawan yang dilindungi Dewan Pers apabila produk jurnalistik yang dihasilkan bermasalah.
ADVERTISEMENT
"Salah besar (kalau dianggap mengekang content creator). Jangan seolah ketika ini (gugatan -red) disetujui jadi masuk kandang macan. (Justru) ini malah jadi kebun binatang yang indah. Kami lindungi mereka dari UU ITE. (Karena) takutnya ketika bertumbuh ada yang enggak suka diadukan, akhirnya tersumbat karena masuk pidana UU ITE," ujar Andre kepada wartawan, Senin (31/8).
Ilustrasi Youtube Foto: Reuters/Beawiharta
Selain itu, kata Andre, bentuk perlindungan terhadap content creator apabila gugatan itu dikabulkan yakni berupa perlindungan hak cipta (copyright)
"Bayangkan kalau hak cipta mereka diambil siapa yang melindungi? kalau ada KPI kami bisa melindungi," ucapnya.
Andre menyatakan, perlindungan tersebut saat ini tak bisa KPI berikan. Sebab layanan Over The Top (OTT) seperti YouTube dan Instagram yang membawahi para content creator tak termasuk lembaga penyiaran.
ADVERTISEMENT
"Ketika KPI masuk malah mengembangkan industri, bukan menghancurkan. Kalau tdibawa ke UU ITE kasihan content creator-nya. Kalau ini nanti bisa diatur KPI yang akan melindungi mereka," kata Andre.
Lebih lanjut, Andre menilai panduan yang disusun layanan OTT bagi usernya tidak cukup untuk menghindari munculnya konten-konten yang tak sesuai norma, seperti menunjukkan adegan porno atau judi.
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Untuk itu, kata Andre, perlunya layanan OTT masuk klasifikasi sebagai lembaga penyiaran seperti yang diminta RCTI dan iNews. Sehingga KPI bisa menegur entitas OTT apabila ada konten yang tak sesuai norma atau mengandung ujaran kebencian. Hal tersebut guna menghindari para content creator dijerat UU ITE.
"Iya (harus ada yang mengawasi). Kan sekarang kita semangat Indonesia kalau bisa kontennya tumbuh, YouTube Indonesia bayar pajak, dan diatur tolong jangan adegan bunuh diri live. (Semua) sesuai norma-norma Indonesia, sehingga semua masyarakat teredukasi," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Direktur Legal MNC Media, Chris Taufik, menyatakan gugatan yang mereka ajukan justru secara tidak langsung melindungi content creator dari ancaman pidana dan pemblokiran.
Ilustrasi Instagram. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sehingga ketika ada sebuah konten yang bermasalah, content creator tidak dipidana, justru entitas OTT yang harus bertanggungjawab.
"Menurut saya berlebihan content creator masa iya larinya cuma 2 (pidana dan blokir), Enggak ada (teguran)," ucap Taufik melalui podcast di kanal YouTube Deddy Corbuzier.
"Kalau begini sebenarnya mengamankan content creator?" tanya Deddy.
"Secara enggak langsung iya," jawabnya.