Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
KPK mengajukan banding atas putusan hakim terhadap perkara dugaan korupsi Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Banding diajukan karena KPK menganggap ada pertimbangan jaksa yang tak dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusannya.
ADVERTISEMENT
"Dari proses tersebut disimpulkan ada beberapa fakta hukum yang kami yakini terbukti. Namun berbeda dengan pertimbangan hakim. Sehingga KPK memutuskan mengajukan banding," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Jumat (12/4).
Keputusan pengajuan banding tersebut, lanjut Febri, telah dinyatakan sebelumnya oleh tim jaksa KPK. Menurutnya keputusan tersebut diambil melalui sejumlah proses analisis yang dilakukan sebelumnya oleh jaksa.
"Sudah dinyatakan bandingnya kemarin, seperti prosedur standar yang ada, kami lakukan analisis lebih lanjut," ucap Febri.
Namun Febri menyebut KPK tetap menghormati keputusan yang sebelumnya telah diambil oleh hakim pada persidangan di tingkat pertama.
"Prinsipnya KPK tentu menghargai putusan pengadilan tingkat pertama yang sudah dibacakan hingga terdakwa divonis bersalah," kata Febri.
Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim juga memvonis Irwandi berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun usai menjalani pidana pokok.
ADVERTISEMENT
Irwandi dinilai terbukti menerima suap Rp 1,05 miliar bersama dengan staf khususnya, Hendri Yuzal dan orang kepercayaannya, Teuku Saiful Bahri. Suap itu berasal dari mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Selain itu, Irwandi juga dinilai terbukti menerima gratifikasi selama menjabat gubernur Aceh sebesar sebesar Rp 8,7 miliar.
Vonis Irwandi lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Di kasus suap, hakim menyatakan Irwandi telah menerima Rp 1,05 miliar dari Ahmadi. Suap diberikan agar Irwandi menyetujui usul Ahmadi supaya kontraktor di Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan proyek infrastruktur yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Tahun 2018, Aceh mendapat DOKA sebesar Rp 8,02 triliun. Dari dana tersebut, Kabupaten Bener Meriah mendapat porsi anggaran sebesar Rp 108,7 miliar.
ADVERTISEMENT
Menurut hakim, Irwandi melalui Hendri dan Saiful Bahri disebut mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh agar menyetujui usulan Ahmadi.
Hakim mengatakan uang Rp 1,05 miliar diberikan Ahmadi kepada Irwandi secara bertahap melalui Saiful dan Hendri. Tahap pertama diberikan Rp 120 juta, tahap kedua Rp 430 juta dan tahap ketiga diberikan senilai Rp 500 juta. Sebanyak uang Rp 500 juta yang diberikan di tahap ketiga dipakai Irwandi untuk kegiatan Aceh Marathon tahun 2018.
Perbuatan Irwandi bersama Hendri dan Saiful dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Di kasus gratifikasi, Irwandi dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar. Gratifikasi itu diterima selama Irwandi menjabat menjadi Gubernur Aceh pada periode 2007-2012 dan periode 2017-2022.
ADVERTISEMENT
Gratifikasi itu diterima Irwandi terkait paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh.
Menurut hakim, penerimaan gratifikasi melalui Izil Azhar alias Ayah Marine tidak terbukti. Dalam tuntutan, Irwandi dalam periode tahun 2007-2012, disebut menerima uang sebesar Rp 32.454.500.000. Irwandi menerima gratifikasi bersama-sama dengan Izil yang sudah menjadi tersangka dalam kasus ini, namun statusnya masih Daftar Pencarian Orang (DPO).
Di kasus gratifikasi, Irwandi dianggap telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.