Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
KPK menilai kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kini, KPK bersama tim evaluasi Tata Kelola Air Minum Pemprov DKI tengah mengkaji soal opsi penghentian privatisasi air di DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kini pihaknya tengah mencermati sejumlah dokumen dan mengklarifikasi laporan masyarakat. Upaya itu dilakukan oleh tim Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Litbang KPK.
"Dari paparan tersebut diketahui bahwa privatisasi pengelolaan air bersih sejak tahun 1998 sampai dengan Desember 2016, PT PAM Jaya (BUMD) membukukan kerugian Rp 1,2 triliun, sedangkan laba yang dibukukan oleh pihak swasta Rp 4,3 triliun," ucap Febri melalui pesan tertulisnya, Rabu (15/5).
KPK beranggapan laba yang diperoleh pihak swasta berbanding terbalik dengan kinerja. Sebab target coverage area penyediaan air bersih dan produksi air untuk Jakarta tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kajiannya, KPK membeberkan sejumlah klausul dalam perjanjian yang dianggap memberatkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Salah satu penyebab rendahnya pendapatan PT PAM Jaya dari kerja sama ini disebabkan karena terdapat beberapa klausul dalam perjanjian kerja sama yang memberatkan pemerintah, di antaranya adalah kesepakatan IRR (Internal Rate of Return) 22% dan kewajiban pemerintah membayar defisit (shortfall)," kata Febri.
Oleh karena itu, KPK dan Pemprov DKI berencana mengadakan pertemuan lanjutan terkait opsi penghentian privatisasi air tersebut. Rencananya, kata Febri, pertemuan akan diadakan setelah Mei 2019.
Dalam pertemuan itu, KPK dan Pemprov DKI akan mengklarifikasi pengaduan masyarakat terkait dengan berakhirnya kontrak pengelolaan air bersih. Yakni PT PAM Jaya, PT Aetra Air Jakarta, dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) pada tahun 2023.
Berikut sejumlah 4 poin yang disoroti KPK terkait privatisasi air di Jakarta:
ADVERTISEMENT
1. Bisnis proses penyediaan layanan air bersih dan mekanisme kontrol PT PAM Jaya terhadap kegiatan operator Palyja dan Aetra.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terdapat klausul kontrak yang tidak mencerminkan kepentingan pemerintah.
3. Skenario penghentian privatisasi.
4. Klausul perjanjian dalam HoA yang berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI Jakarta. Klausul ini menunjukkan bahwa penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh Pemprov DKI.