KPK Beberkan Kekacauan Pertambangan Batu Bara

8 Juni 2017 18:21 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Komisi Pemberantasan Korupsi merilis laporan penataan izin batu bara dalam program koordinasi dan supervisi (korsup) yang dimulai sejak 2014. KPK menilai, penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) tambang batu bara rawan menjadi lahan korupsi.
ADVERTISEMENT
"Batu bara salah satu sumber uang Indonesia, tapi tata kelola pertambangan batu bara sangat tidak baik," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhamad Syarif, saat menghadiri diskusi bertajuk Reformasi Tata Kelola Sumber Daya Ekstraktif untuk Pembangunan Berkelanjutan, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Kamis (8/6).
Maraknya pemberian IUP batu bara kepada pelaku usaha, diduga banyak disertai dengan adanya suap dan gratifikasi. Jumlah IUP meningkat tajam dari 750 izin pada 2001 menjadi lebih dari 10 ribu izin pada 2010. Sebanyak 40 persen di antaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai 16,2 juta hektar.
"Dari 10 ribuan izin itu tidak clean and clear menurut KPK sekitar 40 persen. Kenapa bisa ada izin kalau enggak clean and clear?" kata Laode.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ada IUP batu bara yang mencaplok kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. Luasnya mencapai 940,4 ribu hektar. "Luasnya more than Singapore," ujar Laode.
Berdasarkan rekomendasi KPK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan IUP.
Hasilnya, IUP batu bara untuk lahan seluas 3,56 juta hektar per 30 Januari 2017, dicabut. IUP batubara hingga April 2017 tersisa 2.966 IUP. Sebanyak 52 persen dari angka itu diketahui telah habis masa berlakunya pada Desember 2016, sementara 217 IUP lainnya berstatus non-clean and clear.
Menurut Laode, terdapat banyak indikasi korupsi di balik munculnya IUP, bahkan sekitar 14 persen perusahaan tercatat tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Kita hidup di suatu negara yang sudah besar, masa ada perusahaan yang enggak punya NPWP?" kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Laode juga mempertanyakan proses rehabilitasi lahan tambang yang seharusnya menjadi kewajiban pengusaha. Di Kalimantan Timur, tercatat 264 lubang batu bara yang dibiarkan begitu saja hingga memakan 27 anak sebagai korban jiwa.
Kejadian serupa terjadi di kampung halaman Laode. "Saya lahir di Buton (Sulawesi Tenggara), penghasil aspal di Indonesia. Tapi 22.5 kilometer dari kantor pemerintahannya, jalannya tidak diaspal. Di sana penuh bekas galian yang tidak tertutup sampai banyak memakan korban jiwa," ujarnya.
KPK mencatat, terdapat 90 persen perusahaan tambang tidak membayarkan kewajiban rehabilitasi lahan tambangnya. "So where the money goes?," kata Laode.
KPK lalu menyarankan pembentukan sistem database perizinan pertambangan yang sinkron dan terintegrasi antara pusat dan daerah. Database yang selalu update dan terverifikasi ini dapat menjadi solusi atas banyaknya izin IUP yang tumpang tindih.
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang yang terindikasi melakukan pelanggaran dapat segera dikenakan status black list.
KPK juga mendesak Kementerian ESDM untuk menyelesaikan ESDM One Map untuk mencegah kesalahan spasial seperti persoalan tumpang tindih lahan tambang dengan hutan konservasi atau bahkan hutan lindung.
"Kalau ada tumpang tindih, izinnya diperbaiki. Alhamdulillah sekarang ada One Map jadi kelihatan timpang tindihnya," kata Laode.
Meski banyak terdapat indikasi korupsi, KPK masih perlu mengumpulkan bukti yang sah sebelum menuding sebuah perusahaan korupsi.
"Menuduh orang korupsi itu enggak mudah, harus ada buktinya," ujar Laode.