Ali Mochtar Ngabalin diskusi tentang corona

KPK Bicara soal Ali Ngabalin yang Tak Ikut Terjaring OTT Edhy Prabowo

1 Desember 2020 19:56 WIB
Deputi Bidang Penindakan KPK Irjen Pol Karyoto. Foto: KPK/HO Antara
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Bidang Penindakan KPK Irjen Pol Karyoto. Foto: KPK/HO Antara
ADVERTISEMENT
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, ikut dalam rombongan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, saat lawatan ke Hawaii, Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Ngabalin berada dalam satu pesawat rombongan Edhy dan sempat menyaksikan penangkapan menteri pengganti Susi Pudjiastuti itu di Bandara Soetta oleh KPK pada Rabu (25/11) dini hari. Namun, Ngabalin tak ikut dalam daftar 17 orang yang terjaring OTT KPK.
Deputi Penindakan KPK, Irjen Pol Karyoto, membeberkan mengapa saat penangkapan Edhy, Ngabalin tak terjaring OTT. Karyoto menyatakan Ngabalin bukanlah salah satu target operasi KPK pada saat itu.
"Kalau dalam satu rombongan kan tidak pasti (ikut terjaring OTT). Namanya beliau (Ngabalin) di situ sebagai penasihat ya, di situ yang memberikan (ikut -red) studi banding ke Amerika, ada kaitannya dalam arti pekerjaan dalam studi banding," ujar Karyoto dalam konpers di Gedung KPK, Selasa (1/12).
ADVERTISEMENT
Karyoto menyatakan, sejauh ini penyidik belum menemukan kaitan Ngabalin dalam perkara Edhy. Namun jika dalam proses penyidikan ditemukan bukti-bukti baru, Karyoto mengatakan bukan tidak mungkin Ngabalin akan diperiksa.
"Kalau mungkin ibarat kata seorang Ali Ngabalin diberikan sesuatu yang sifatnya oleh-oleh misalnya, sudah jelas itu kategorinya lain," kata Karyoto.
"Kecuali, dalam tracing ada porsi-porsi aliran dana yang masuk dan itu dikatakan rutin, ya kita wajib pertanyakan. Tapi masalah aliran dana belum kami dalami sampai ke situ," sambungnya.
Ali Mochtar Ngabalin saat diskusi tentang conora di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (8/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sebelumnya, Ngabalin membenarkan ikut dalam rombongan kunjungan Edhy ke Hawaii. Ia ikut melihat proses lobi-lobi yang dilakukan Edhy selama kunjungan kerjanya di AS. Namun tak merinci lobi yang dimaksud.
Mengenai kepentingannya ikut rombongan Edhy dalam lawatan ke AS, Ngabalin mengatakan ikut dalam kapasitas sebagai Pembina Komite Pemangku Kepentingan dan Representasi Publik KKP.
ADVERTISEMENT
Ngabalin mengaku santai dengan OTT tersebut karena yakin penyidik KPK sudah mempunyai data sebelum melakukan penangkapan.
"KPK itu kan punya data, punya dokumen sementara kan KPK perlu melakukan klarifikasi, memeriksa data yang mereka dapatkan. Bang Ali kan bukan pejabat pembuat komitmen, bukan pejabat pengguna anggaran," kata Ngabalin beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Ngabalin siap jika KPK memanggilnya untuk dimintai keterangan.
"Sebagai warga negara yang baik untuk kepentingan pemeriksaan KPK, ya tidak boleh tidak, kita mesti datang untuk memberikan keterangan," ujarnya
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Suap Ekspor Benih Lobster
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 7 orang sebagai tersangka. Tersangka penerima suap adalah Edhy Prabowo; Staf Khusus Menteri KP, Safri; Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta; Pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi; Staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; Amiril Mukminin.
ADVERTISEMENT
Sementara tersangka pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT Aero Citra Kargo bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, AS.
Ia diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten