KPK Bisa Ambil Alih Kasus Terkait Djoko Tjandra di Kejagung-Polri, Ini Aturannya

4 September 2020 12:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung KPK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung KPK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah merancang Peraturan Presiden (Perpres) pelaksanaan supervisi kasus korupsi. Perpres tersebut diduga dirancang berkaca pada penanganan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
ADVERTISEMENT
Perkara tersebut seolah menjadi 'rebutan' antara KPK dengan Kejaksaan Agung. Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, sempat meminta agar Kejagung menyerahkan kasus Pinangki ke KPK atas dasar kepercayaan publik. Namun Kejaksaan Agung enggan menyerahkan lantaran memiliki kewenangan.
Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan Perpres tersebut akan mengatur kewenangan KPK dalam mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani Kejagung dan Polri dalam rangka supervisi. Perpres tersebut segera disampaikan ke Presiden Jokowi untuk diundangkan.
"Jadi tadi ada kesepakatan atau kesamaan pandangan, tentang implementasi supervisi yang menyangkut pengambilalihan perkara pidana yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung dan oleh Polri.," ujar Mahfud kepada wartawan.
Sementara itu Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan Perpres itu merupakan mandat Pasal 10 UU KPK.
ADVERTISEMENT
"Jadi Perpres itu adalah implementasi dari mandat Pasal 10 ayat 2 bahwa KPK dalam rangka melakukan supervisi itu berhak melakukan pengawasan penelitian penelaahan. Ayat 2 nya katakan, bahwa tindakan supervisi yang dimaksud ayat 1 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Perpres. Perpres ini sudah dibahas bersama antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung di Kemenkumham," kata Ghufron.
Berikut Pasal 10 UU 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dimaksud Ghufron:
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Lalu bagaimana aturan KPK mengambil alih perkara di Kejagung dan Polri sesuai UU 19/2019?
ADVERTISEMENT
Kewenangan KPK bisa mengambil alih perkara yang ditangani Kejagung dan Polri termaktub dalam Pasal 10A ayat (1) yang berbunyi:
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/ atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Meski demikian, KPK tak bisa mengambil alih perkara secara sembarangan. Terdapat aturan yang harus dipenuhi sesuai Pasal 10A ayat (2). Mulai dari laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti Polri dan Kejagung hingga diduga ada upaya melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya.
Ilustrasi Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Abil Achmad Akbar/kumparan
Berikut bunyi Pasal 10A ayat (2):
Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
ADVERTISEMENT
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, KPK bisa mengambil alih perkara di Kejagung dan Polri. Ketika perkara sudah diambil, Kejagung dan Polri wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara, termasuk alat bukti, dalam waktu maksimal 14 hari kerja sejak diminta KPK.
ADVERTISEMENT