KPK Bongkar Korupsi di Basarnas Rp 20 M: Ada Aliran Uang untuk Beli Ikan Hias

25 Juni 2024 20:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Sestama Basarnas periode 2009-2015 Max Ruland Boseke berjalan menuju ruangan konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Sestama Basarnas periode 2009-2015 Max Ruland Boseke berjalan menuju ruangan konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK membongkar adanya kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle tahun 2014 di lingkungan Badan SAR Nasional (Basarnas). Kasus itu diduga merugikan negara hingga Rp 20 miliar.
ADVERTISEMENT
Ada tiga orang tersangka yang dijerat KPK dalam kasus ini. Ketiga tersangka itu ialah mantan Sestama Basarnas Max Ruland Bosek; eks Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR Anjar Sulistiyono; serta Direktur CV Delima Mandiri William Widarta.
Salah seorang tersangka, Max Ruland Boseke, disebut menerima aliran uang Rp 2,5 miliar dari kasus tersebut.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa uang itu digunakan Max untuk pembelian ikan hias dan belanja kebutuhan pribadinya.
"Saudara MRB menggunakan uang dari Saudara WLW sebesar Rp 2,5 miliar tersebut untuk membeli ikan hias dan belanja kebutuhan pribadi lainnya," ucap Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (25/6).
Kasus ini bermula saat Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2010-2014 pada November 2013. Salah satu usulannya adalah terkait pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp 48,7 miliar.
Konferensi pers penahanan tersangka korupsi di Basarnas di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024). Foto: KPK
Setelah DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Basarnas ditetapkan pada Januari 2014, Max selaku Kuasa Pengguna Anggaran diduga memberikan daftar calon pemenang lelang kepada Anjar dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas. Diduga, sebelum lelang dilakukan, sudah ada pemenang yang akan dikondisikan.
ADVERTISEMENT
"Termasuk pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD dan Rescue Carrier Vehicle yang akan dimenangkan oleh PT TAP (Trikarya Abadi Prima), yaitu perusahaan yang dikuasai dan dikendalikan oleh Saudara WLW," terang Asep.
Kemudian, Anjar pun menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pengadaan kendaraan tersebut menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh anak buah William.
Menurut Asep, HPS mestinya disusun berdasarkan data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan.
"Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 66 Ayat (7)," tutur Asep.
Pada Februari 2014, lelang kemudian dilakukan dan diikuti oleh William dengan menggunakan nama perusahaan PT TAP dan perusahaan pendamping PT ORM (Omega Raya Mandiri) dan PT GIM (Gapura Intan Mandiri).
ADVERTISEMENT
Sebulan kemudian, PT TAP pun diumumkan sebagai pemenang lelang, yang dinilai ada kejanggalan.
"Pada Maret 2014, Tim Pokja Basarnas mengumumkan PT TAP menjadi pemenang dalam pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle, yang diketahui telah terdapat persekongkolan dalam pengadaan tersebut dan terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran dari PT TAP dan perusahaan pendampingnya, yaitu PT ORM dan PT GIM," kata dia.
Pada Mei 2014, PT TAP pun menerima pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 8,5 miliar dan untuk pengadaan rescue carrier vehicle sebesar Rp 8,7 miliar.
Kemudian, pada Juni 2014, Max disebut menerima uang sebesar Rp 2,5 miliar dalam bentuk ATM atas nama William dan slip tarik tunai yang telah ditandatangani oleh William.
ADVERTISEMENT
Uang Rp 2,5 miliar itu kemudian digunakan Max untuk pembelian ikan hias dan belanja kebutuhan pribadinya. Asep menyebut, perbuatan para tersangka ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar.