KPK: Bupati Bangkalan Tersangka Jual Beli Jabatan, Diduga Terima Rp 5,3 Miliar

8 Desember 2022 1:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron berjalan memasuki gedung usai ditangkap oleh KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022).  Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron berjalan memasuki gedung usai ditangkap oleh KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron, sebagai tersangka jual beli jabatan. Selain Latif, ada 5 tersangka lain dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Berikut lima orang lainnya:
"Selesai dilakukan pemeriksaan selanjutnya tim penyidik melakukan upaya paksa berupa penangkapan terhadap para tersangka dan penangkapan ini kita lakukan di dalam upaya untuk kepentingan penyidikan dan lebih penting lagi mempercepat proses penyidikan serta penyelesaian perkara," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers, Kamis (8/12) dini hari.
Firli mengatakan, Latif dalam jabatannya sebagai Bupati Bangkalan periode 2018-2023 memiliki kewenangan di antaranya melakukan memilih dan menentukan langsung kelulusan para ASN di Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
ADVERTISEMENT
"Pada kurun waktu 2019 sampai 2022 Pemkab Bangkalan atas perintah saudara Bupati Bangkalan membuka informasi seleksi pada posisi jabatan ditingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT). Termasuk juga jabatan-jabatan promosi untuk eselon 3 dan 4," ujarnya.
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron berjalan memasuki gedung usai ditangkap oleh KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Melalui orang kepercayaannya, Latif mematok sejumlah uang kepada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan lulus terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut.
Menurut Firli, biaya tersebut dipatok bervariasi. Mulai Rp 50 juta hingga Rp 150 juta.
"Mengenai besaran fee yang diberikan dan diterima tersangka Bupati Bangkalan melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan," kata dia.
"Untuk dugaan besaran fee tersebut dipatok di antara berkisar Rp 50 juta sampai Rp 150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan tersangka Bupati Bangkalan," sambungnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Lebih lanjut, Firli mengatakan Latif juga diduga menerima sejumlah uang lain dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan, yang nilainya berkisar 10 persen dari setiap anggaran proyek.
ADVERTISEMENT

Uang Digunakan untuk survei elektabilitas

Firli menyebut, uang hasil jual beli jabatan itu digunakan Latif untuk kepentingan pribadi. Di antaranya untuk melakukan survei elektabilitas.
"Sedangkan penggunaan uang-uang yang diterima tersangka diperuntukkan untuk kepentingan pribadi di antaranya untuk melakukan survei elektabilitas yang bersangkutan," ungkap Firli.
Selain itu, lanjut Firli, KPK menduga Latif menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi dan hal lainnya.
Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron. Foto: Pemkab Bangkalan
"Hal ini akan terus dilakukan pendalaman oleh penyidik KPK," tandasnya.
KPK menjerat tersangka Hosin Jamili, Wildan Yulianto, Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, dan Agus Eka Leandy, sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron, sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.