KPK Cegah Istri Lukas Enembe hingga Bos Perusahaan Private Jet ke Luar Negeri

13 Januari 2023 19:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) yang duduk di kursi roda dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2023). Foto: Reno Esnir/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) yang duduk di kursi roda dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2023). Foto: Reno Esnir/Antara Foto
ADVERTISEMENT
KPK mencegah istri Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Yulce Wenda, ke luar negeri. Permohonan pencegahan itu disampaikan KPK kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
ADVERTISEMENT
Pencegahannya Yulce itu terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat suaminya. Selain Yulce, ada empat orang yang turut dicegah: Dommy Yamamoto; Jimmy Yamamoto; Lusi Kusuma Dewi; dan Gibbrael Isaak.
Ditjen Imigrasi mengkonfirmasi soal pencegahan tersebut. Pencegahan Yulce telah aktif sejak 7 September 2022 dan berakhir Maret 2023. Sementara empat orang lainnya baru dicegah pada 15 November 2022 dan berakhir 15 Mei 2023.
Pencegahan tersebut bisa kembali diperpanjang untuk 6 bulan selanjutnya sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pencegahan kelima orang ini karena diduga kuat mengetahui dugaan perbuatan Lukas Enembe dalam kasus korupsi yang menjeratnya.
Ali menyebut, pencegahan ini juga dilakukan agar pihak-pihak yang bersangkutan kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK.
Istri Gubernur Papua Lukas Enembe, Yulce Wenda Enembe (kanan). Foto: Hendrina Dian Kandipi/Antara
Adapun Yulce sudah beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus Enembe. Namun tak pernah memenuhinya.
ADVERTISEMENT
"Sebagai salah satu upaya agar pihak-pihak yang diduga terkait dengan perkara ini dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan Tim Penyidik, maka KPK melakukan tindakan cegah bepergian keluar negeri terhadap 5 orang," kata Ali dalam keterangannya.
Belum ada tanggapan dari para pihak yang dicegah tersebut, termasuk Yulce Wenda hingga Gibbrael Isaak, terkait langkah KPK tersebut.
Gibbarel Isaak tercatat merupakan bos RDG Airlines. Dalam situs perusahaan penyewaan jet pribadi maupun kargo itu, ia tercatat sebagai Presiden Direktur.
Ia pernah dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Lukas Enembe. Pramugari RDG Airline bernama Tamara Anggraeny pun turut diperiksa.
Jet pribadi perusahaan tersebut diduga pernah disewa oleh Lukas Enembe ke luar negeri. KPK belum membeberkan ke mana saja Lukas menggunakan private jet tersebut. Begitu juga tujuan dari pendalaman penyewaan jet mewah itu.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pernah membeberkan temuannya bahwa Lukas tercatat beberapa kali menggunakan private jet ke luar negeri. Seperti pada 04 Juni 2022 penerbangan dari Singapura-Makassar-Jayapura. Lukas diduga menggunakan private jet Hawker 900XP/PK.RDA.
Kemudian 10 Juli 2022 dari Singapura-Timor Leste-Australia menggunakan private jet Hawker 900XP/PK-RDA. Terakhir pada 15 Agustus 2022 penerbangan Singapura-Manado-Jayapura dengan private jet Hawker 900XP/PK-RDA.

Kasus Lukas Enembe

Tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe (tengah) yang duduk di kursi roda dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2023). Foto: Reno Esnir/Antara Foto
Lukas Enembe ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek yang bersumber dari APBD Papua. Ia beberapa kali mangkir dipanggil hingga kemudian berhasil diringkus di Jayapura pada Selasa (10/1).
Setelah tiba di Jakarta, Lukas Enembe langsung ditahan meski sempat dibantarkan sehari di RSPAD.
Dalam kasusnya, Lukas Enembe diduga menerima suap hingga Rp 1 miliar serta gratifikasi yang mencapai Rp 10 miliar.
ADVERTISEMENT
Lukas diduga menerima suap Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua. Suap itu diduga diberikan karena Lukas menyetujui pengerjaan sejumlah proyek oleh perusahaan Rijatono.
Rijatono dijerat dengan 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 UU Tipikor. Sementara Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B UU Tipikor.