KPK Diminta Bentuk Tim Pencari dan Segera Tetapkan Sahbirin Noor DPO

7 November 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor di Konpers HPS 2018 di Banjarmasin Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor di Konpers HPS 2018 di Banjarmasin Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin dikabarkan hilang sejak ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi. KPK didesak segera memasukkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
ADVERTISEMENT
"Tentu KPK harus memasukkan Paman Birin dalam DPO. Kenapa? Karena sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya," ujar Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, saat dikonfirmasi, Kamis (7/11).
"Padahal seorang tersangka itu harus diperiksa, harus dimintai keterangan, dan seterusnya, untuk memperlancar proses penyidikan," sambung dia.
Menurutnya, KPK mestinya dapat meminta bantuan kepada seluruh pihak dalam memburu Sahbirin, termasuk pihak kepolisian. Bahkan, KPK juga didorong untuk membentuk tim pencari.
"Tentu ini juga menurut saya harus menjadi concern semua warga negara. Masyarakat yang mengetahui keberadaan Paman Birin juga dapat menyampaikan kepada KPK ataupun penegak hukum lain seperti Polri agar dapat dilakukan penangkapan kepada yang bersangkutan," jelas dia.
"Tetapi, kan, harus menangkap ke mana kalau tidak diketahui keberadaannya? Oleh karena itu harus dibentuk tim pencari, dan tentu KPK bisa meminta bantuan kepada Polri yang punya infrastruktur lebih lengkap," imbuhnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Terkait penetapan status tersangkanya itu, Sahbirin mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Zaenur, hakim PN Jakarta Selatan harus memutus tidak menerima permohonan praperadilan itu.
ADVERTISEMENT
"PN Jakarta Selatan harus memutus untuk tidak dapat menerima permohonan praperadilan oleh Paman Birin ini. Karena dalam SEMA 1/2018 itu, praperadilan tidak bisa diajukan oleh orang yang melarikan diri," tegasnya.
Desakan itu juga disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
"Betul, harus segera DPO," kata Boyamin saat dikonfirmasi, Kamis (7/11).
Ia pun menyoroti langkah KPK yang tak bergerak cepat menangkap Sahbirin sesegera mungkin setelah ditetapkan sebagai tersangka lewat OTT.
"Jadi ini mengulang cerita-cerita masa lalu ketika menyangkut sosok yang besar kemudian tidak gerak cepat. Sehingga jadi lolos atau hilang," ucap Boyamin.
"Jadi lolos dan hilangnya itu karena kecerobohan KPK. Kenapa? Memang saat itu setahuku tidak gerak cepat, tidak langsung menyatakan pada posisi itu sudah tersangka dan ditangkap gitu," paparnya.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. Foto: Marcia Audita/kumparan
Menurutnya, lembaga antirasuah tak cukup hanya sekadar mencekal Sahbirin ke luar negeri. Dengan menerbitkan DPO, lanjutnya, KPK akan bisa memenangkan praperadilan.
ADVERTISEMENT
"Jadi mestinya, kan, cukup bahwa KPK menerbitkan DPO, diserahkan kepada hakim, langsung dinyatakan gugur [praperadilan Sahbirin]," tutur Boyamin.
"Nah, dengan tidak dijadikan DPO, ini, kan, kayak memberikan kesempatan Sahbirin untuk menggugat, dan bisa aja dikabulkan sehingga malah hilang status tersangkanya," sambungnya.
KPK memang belum menetapkan status Paman Birin sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beralasan hal itu takut mengganggu proses penyidikan.
"Takutnya ini juga mengganggu proses penyidikan kita lakukan," kata Asep kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Rabu (6/11) kemarin.
"Jadi belum bisa saya kasih tahu, nih. Kalau saya kasih tahu nanti orangnya mengantisipasi," tandasnya.
Adapun Sahbirin ditetapkan sebagai tersangka usai KPK melakukan OTT pada 6 Oktober 2024 lalu. Kasus itu diduga terkait pengaturan proyek di Dinas PUPR yang berasal dari dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
ADVERTISEMENT
Ia diduga terlibat dengan menerima fee sebesar 5 persen dalam pengaturan proyek di Kalsel. Lembaga antirasuah menemukan bukti uang hingga Rp 12 miliar yang diduga untuk Sahbirin Noor dkk.
Terkait dengan penetapan status tersangkanya itu, politikus Golkar tersebut melawan KPK dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Oktober 2024.