KPK Duga Edhy Prabowo Buka Keran Ekspor Benih Lobster karena Suap

24 Februari 2021 11:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11).  Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, terjerat kasus suap usai sekitar setahun menjabat. Ia terlibat kasus suap terkait kebijakannya yang kontroversial: membuka keran ekspor benih lobster atau benur.
ADVERTISEMENT
Edhy membuka keran ekspor benur sejak Juni 2020, membatalkan kebijakan Menteri KP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, yang melarang.
Sejak keran ekspor dibuka, praktis sudah puluhan juta benur yang dibawa ke luar negeri. Padahal, sejumlah pihak sudah mendesak Edhy menghentikannya. Terlebih terdapat beberapa perusahaan yang mengekspor benur terafiliasi dengan politikus Gerindra.
KPK pun mendalami alasan Edhy membuka keran ekspor benur melalui pemeriksaan Kepala Badan Riset dan SDM KKP, Sjarief Widjaja, pada Selasa (23/2).
Ilustrasi benih lobster. Foto: dok. KKP
"Sjarief Widjaja didalami pengetahuannya terkait kebijakan Tersangka EP (Edhy Prabowo) selaku Menteri KP yang membuka kuota ekspor benur bagi para eksportir," ujar Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan.
Dalam pemeriksaan itu, penyidik KPK mendapati dugaan Edhy membuka keran ekspor benur karena sebelumnya sudah mendapat setoran dari sejumlah perusahaan. Keuntungan dari sejumlah perusahaan itu diduga diterima Edhy melalui asisten pribadinya, Amiril Mukminin.
ADVERTISEMENT
"Membuka kuota ekspor benur bagi para eksportir yang diduga memberikan keuntungan bagi para pihak eksportir yang telah memberikan sejumlah uang kepada Tersangka EP melalui perantaraan Tersangka AM (Amiril Mukminin)" jelas Ali.
Sebelumnya usai menjalani pemeriksaan pada Senin (22/2), Edhy sempat berbicara mengenai alasannya membuka keran ekspor benur dengan Permen KP 12/2020.
Ilustrasi benih lobster. Foto: Antara/Ardiansyah
Edhy menyatakan pembukaan keran ekspor benur bukanlah keinginannya, tapi keinginan masyarakat yang selama ini terganjal aturan larangan yang dibuat Susi.
"Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat supaya permasalahan lobster yang selama ini tidak dibolehkan itu, yang selama ini rakyat nangkap malah ditangkap, nangkap lobster enggak boleh menikmati sumber daya alam yang ada di negara kita, sekarang kita hidupkan. Ini kan permintaan dari mereka yang sudah diajukan semua kelompok, pemerintah, DPR, ini saya tindak lanjuti. Kalau enggak percaya tanya saja masyarakat," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Edhy, penerbitan aturan ekspor benur telah melalui sejumlah kajian dari tim akademis dan tim teknis. Edhy menyebut proses penerbitan Permen KP 12/2020 membutuhkan waktu 6 bulan.
Setelah jadi draf Permen kami juga laporkan ke Presiden melalui Mensesneg dan Menseskab, semua terlibat. Dan kami laporkan juga dengan Menko, enggak sendirian. Bandingkan dengan dulu Permen yang melarang (ekspor benur) keluarnya hanya 1 minggu, sangat berbeda," ucap Edhy.
Mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo (tengah) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/1/2021). Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Edhy menilai kebijakan boleh menangkap benur bisa menambah pendapatan nelayan hingga Rp 500 ribu per hari, di mana per ekor benur dihargai Rp 5 ribu. Edhy pun menyebut ekspor benur berkontribusi terhadap PNBP sebesar Rp 40 miliar dalam kurun 3 bulan.
ADVERTISEMENT
"Setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu saya harus menanggung akibat, akhirnya saya dipenjara, itu sudah risiko bagi saya," kata Edhy.
Adapun setelah kasus ini terkuak, KKP menghentikan sementara kebijakan ekspor benur.
Dalam kasusnya, Edhy dkk diduga bersama-sama menerima suap yang nilainya miliaran rupiah. Uang yang terkumpul di rekening PT ACK yang diduga digunakan sebagai penampung suap mencapai Rp 9,8 miliar.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/1). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy, salah satunya untuk keperluan belanja barang mewah saat berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap.
ADVERTISEMENT
Terkait tersangka pemberi suap, KPK baru menjerat satu orang, yakni Suharjito. Ia kini sudah jadi terdakwa sebab tengah menjalani sidang. Ia didakwa menyuap Edhy Rp 2,1 miliar.