Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, eksekusi dilakukan oleh jaksa Rusdi Amin dan Andry Handono pada Rabu (17/2). Eksekusi sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 256K/Pid.Sus/2021 tanggal 26 Januari 2021.
"Memasukkannya ke Rumah Tahanan Negara Palembang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (18/2).
Ahmad Yani dihukum 7 tahun penjara karena dinyatakan bersalah menerima suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019. Ia juga dihukum membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, ia juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 2,1 miliar. Apabila tidak membayar paling lama dalam jangka waktu 1 bulan sesudah putusan inkrah maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal Terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," ucap Ali.
Dalam perkaranya, Ahmad Yani terbukti menerima suap dari rekanan proyek bernama Robi Okta Fahlefi. Atas kasusnya tersebut, Ahmad Yani kemudian diberhentikan dari jabatannya dan digantikan oleh Juarsah yang merupakan Wakil Bupati Muara Enim pada pada 11 Desember 2020.
Belakangan, KPK menemukan ada keterlibatan Juarsah dalam perkara Ahmad Yani. Juarsah diduga turut menerima suap dari Robi Okta Fahlefi senilai Rp 4 miliar. Nilai itu diduga bagian dari commitment fee sebesar 5 persen dari proyek yang akan digarap Robi Okta.
ADVERTISEMENT
Atas dugaan itu, KPK menetapkan Juarsah sebagai tersangka. Ia pun menyusul jejak Ahmad Yani dan mulai ditahan sejak 15 Februari.