KPK Eksekusi Terpidana Kasus e-KTP Markus Nari ke Lapas Sukamiskin

2 Oktober 2020 10:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Markus Nari usai jalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/10).  Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Markus Nari usai jalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/10). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Jaksa KPK mengeksekusi mantan anggota DPR dari Partai Golkar, Markus Nari, ke Lapas Klas 1 Sukamiskin. Eksekusi dilakukan usai perkaranya inkrah di tingkat MA. Markus Nari dihukum 8 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
"Memasukkan terpidana Markus Nari ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (2/10).
Adapun pada pengadilan tingkat pertama, Markus terbukti korupsi dengan menerima USD 400 ribu dalam kasus proyek e-KTP. Ia dihukum 6 tahun penjara atas putusan tersebut.
Selain terbukti menerima suap, ia juga terbukti melakukan perintangan peradilan dengan mencoba memengaruhi dua orang dalam persidangan kasus e-KTP. Kedua orang itu yakni eks anggota Komisi II DPR, Miryam S. Haryani eks Direktur Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Ilustrasi palu hakim dan kitab undang-undang Foto: Pixabay
Atas vonis tersebut, Markus mengajukan banding. Di tingkat ini, Markus justru dijatuhi hukuman lebih tinggi. Ia divonis penjara 7 tahun dan diwajibkan membayar uang pengganti senilai suap yang ia terima yakni USD 400 ribu. Tak terima, ia pun mengajukan kasasi ke MA.
ADVERTISEMENT
Bukan pemotongan hukuman yang ia dapat, malah hukumannya yang diperberat. Hukuman penjara Markus ditambah menjadi 8 tahun bui.
Selain hukuman badan, Markus juga diminta membayar uang pengganti sebesar USD 900 ribu yang jika tidak membayar diganti pidana 3 tahun. Ia juga dijatuhi denda Rp 300 juta serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.