KPK Harap Abdul Wahid Jadi Gubernur Riau Terakhir yang Terjerat Korupsi
5 November 2025 23:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
KPK Harap Abdul Wahid Jadi Gubernur Riau Terakhir yang Terjerat Korupsi
KPK menyoroti kasus korupsi Gubernur Riau Abdul Wahid, yang menjadi gubernur Riau keempat dijerat KPK. Ia diduga memeras pejabat Dinas PUPR lewat skema “jatah preman” sebesar 5 persen.kumparanNEWS

ADVERTISEMENT
KPK menyampaikan keprihatinannya atas kasus yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid. Pasalnya, Abdul Wahid adalah Gubernur Riau keempat yang tersandung kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
Abdul Wahid baru saja ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau. Kasus itu terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Senin (3/11) lalu.
Usai tertangkapnya Abdul Wahid, KPK berharap ia adalah gubernur Riau terakhir yang terjerat korupsi.
"Ini adalah keprihatinan bagi kami, pertama, sudah empat kali, ya, ada empat gubernur yang ditangani terkait tindak pidana korupsi dengan yang ini, ya, seperti itu," ujar Asep dalam jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/11).
"Perkaranya berbeda-beda tapi berulang seperti itu, dengan perkara yang berbeda-beda. Kita berharap stop," jelas dia.
Asep pun meminta pejabat di Pemprov Riau dapat berbenah untuk mengelola pendapatan dan belanja daerah. Ia pun menyinggung APBD Riau yang defisit saat kasus korupsi yang menjerat Abdul Wahid berlangsung.
ADVERTISEMENT
"Itu APBD-nya itu defisit harusnya lagi prihatin, lagi prihatin, prihatin lah, bangunlah daerahnya dengan sumber daya yang ada, supaya APBD itu tidak defisit lagi," tutur Asep.
"Bagaimana caranya bukan malah minta sejumlah uang membebani dari para stafnya," sambung dia.
Adapun dengan penetapan tersangka itu, Abdul Wahid menyusul tiga orang pimpinan kepala daerah di Bumi Lancang Kuning yang telah terlebih dahulu menjadi tersangka.
Tiga Gubernur Riau sebelumnya yang terlebih dahulu dijerat tersangka KPK yakni Saleh Djasit (periode 1998-2003), Rusli Zainal (periode 2003-2013), dan Annas Maamun (periode 2014-2016).
Saleh Djasit ditangkap karena kasus korupsi mobil pemadam kebakaran yang melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno. Saleh ditahan pada 19 Maret 2008 setelah menjadi anggota DPR.
Kemudian, Rusli Zainal menjadi tersangka kasus korupsi PON XVIII, suap anggota DPRD Riau, dan penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan, Riau.
ADVERTISEMENT
Lalu, Annas Maamun ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring OTT pada 25 September 2014 malam. Annas disebut menerima uang dari pengusaha terkait dengan izin alih fungsi hutan tanaman industri di Riau.
Kasus OTT Abdul Wahid
Sebelumnya, Abdul Wahid ditangkap terkait kasus dugaan pemerasan yang terungkap dalam operasi senyap KPK di Provinsi Riau.
Dalam kasus itu, KPK menjelaskan bahwa Abdul Wahid melalui orang kepercayaannya diduga meminta 'jatah preman' kepada para pejabat di Dinas PUPR PKPP Riau atas penambahan anggaran 2025.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyebut bahwa awalnya penyidik memperoleh informasi adanya pertemuan di salah satu kafe di Pekanbaru pada Mei 2025.
Pertemuan itu terjadi antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau bersama enam Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau.
ADVERTISEMENT
"Untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Saudara AW [Abdul Wahid] selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5%," ucap Tanak.
"Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar atau terjadi kenaikan Rp 106 miliar," jelas dia.
Selanjutnya, kata Tanak, Ferry menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.
Saat itu, Arief yang juga merepresentasikan Abdul Wahid, meminta fee tersebut dinaikkan menjadi 5%. Para pejabat di Dinas PUPR Riau kemudian diwajibkan untuk menuruti perintah untuk menyetorkan uang.
Tanak menjelaskan, muncul ancaman pencopotan hingga mutasi dari jabatan bagi yang tidak mematuhi perintah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saudara MAS [M. Arief Setiawan] yang merepresentasikan Saudara AW, meminta fee sebesar 5% atau Rp 7 miliar," ungkap Tanak.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," sambungnya.
Atas permintaan itu, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau bertemu lagi lalu menyepakati pemberian fee 5 persen.
Realisasi pemberian fee itu pun terjadi sebanyak tiga kali dengan total uang Rp 4,05 miliar sudah diberikan kepada Abdul Wahid dkk. Dalam pemberian terakhir pada November 2025, KPK kemudian membongkarnya.
Pada 3 November 2025, kemudian Abdul Wahid bersama Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR, Kadis PUPR, Sekdis PUPR, dan orang kepercayaannya diamankan dalam OTT KPK.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, yang sebelumnya dilakukan pencarian oleh tim KPK, datang menyerahkan diri ke Gedung KPK.
Para pihak yang diamankan kemudian dilakukan pemeriksaan secara intensif. Usai pemeriksaan secara intensif, tiga orang kemudian dijerat sebagai tersangka, yakni:
Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang senilai Rp 1,6 miliar dalam bentuk pecahan rupiah, dolar AS, dan poundsterling.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12e dan atau pasal 12f dan atau pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga tersangka pun sudah ditahan.
ADVERTISEMENT
Abdul Wahid, Arief, dan Dani belum berkomentar mengenai kasus yang menjeratnya tersebut.
