KPK Jerat 15 Anggota DPRD Muara Enim Jadi Tersangka Suap 'Ketok Palu'

13 Desember 2021 20:24 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus korupsi di Muara Enim saat dirilis di KPK, Jakarta, Senin (13/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus korupsi di Muara Enim saat dirilis di KPK, Jakarta, Senin (13/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK kembali mengungkap kasus suap 'ketok palu' anggota legislatif. Kali ini terjadi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK menetapkan 15 orang sebagai tersangka. Mereka ialah anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019 dan 2019-2023.
Berikut daftar tersangkanya:
Konfrensi pers penetapan tersangka kasus korupsi di Muara Enim di KPK, Jakarta, Senin (13/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Terkait dengan telah dilakukannya pengumpulan informasi dan data sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup disertai pula hadirnya berbagai fakta hukum di persidangan dalam perkara dengan Terdakwa Ahmad Yani dkk, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan diikuti dengan meningkatkan status perkara ini ke tahap Penyidikan pada bulan November 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Senin (13/12).
ADVERTISEMENT
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Bupati Muara Enim, Ahmad Yani, yang terjerat OTT pada September 2019. Ia diduga menerima Rp 13,9 miliar dari pengusaha, Robi Okta Fahlevi, terkait 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim. Ahmad Yani dihukum 7 tahun penjara atas perbuatan itu.
Tersangka mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (kiri) bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/6). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Pada April 2020, KPK menangkap Ketua DPRD Muara Enim Aries HB bersama mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi. Keduanya diduga terlibat kasus dugaan suap terkait proyek di Dinas PUPR Muara Enim Tahun 2019. Mereka diduga menerima suap bernilai miliaran rupiah dari Robi Okta Fahlevi, rekanan proyek. Kasus ini merupakan pengembangan dari suap Ahmad Yani.
Pengembangan perkara ternyata masih berlanjut. Terdapat 15 tersangka yang baru diumumkan KPK. Sama seperti kedua perkara sebelumnya, pemberi suap dalam perkara ini ialah Robi Okta Fahlevi.
ADVERTISEMENT

Konstruksi Suap Ketok Palu di Muara Enim

Tersangka kasus korupsi di Muara Enim saat dirilis di KPK, Jakarta, Senin (13/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam kasus ini, belasan anggota dewan diduga menerima suap dari Robi Okta Fahlefi. Nilai totalnya hingga miliaran rupiah.
"Para Tersangka diduga menerima pemberian uang sekitar sejumlah Rp 3,3 miliar sebagai 'uang aspirasi atau uang ketuk palu' yang diberikan oleh Robi Okta Fahlevi," kata Alex Marwata.
Suap terkait kewenangan para anggota dewan itu dalam melakukan pengawasan atas kinerja Bupati beserta jajarannya. Khususnya terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Selaku kontraktor, Robi Okta Fahlevi berkepentingan karena ingin mendapatkan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Untuk melancarkannya, menemui Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim pada Agustus 2019.
ADVERTISEMENT
Ahmad Yani kemudian memerintahkan Elfin Muhtar selaku Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar, untuk mengakomodirnya. Namun, ia meminta kesepakatan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai net proyek. Fee itu untuk dibagikan kepada berbagai pihak. Termasuk pejabat Pemkab Muara Enim serta anggota DPRD.
Elfin Muhtar kemudian mengakali sehingga perusahaan Robi memenangkan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan nilai kontrak mencapai Rp 129 miliar,
Tersangka kasus korupsi di Muara Enim saat dirilis di KPK, Jakarta, Senin (13/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Robi kemudian menyiapkan bagi-bagi uang, yakni: untuk para anggota DPRD sebesar Rp 5,6 miliar, Ahmad Yani selaku bupati sekitar Rp 1,8 miliar, dan Juarsah selaku wakil bupati sejumlah Rp 2,8 miliar.
"Penerimaan oleh para Tersangka dilakukan secara bertahap dan diduga akan digunakan sebagai bagian dari biaya kampanye mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim tahun berikutnya," kata Alex.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Mereka langsung ditahan di beberapa rutan berbeda.