KPK Jerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Tersangka Suap Rp 525 Juta

13 Mei 2022 21:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Penahanan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Terkait Dugaan Suap Perizinan Usaha Retail di KPK, Jakarta pada Jumat (13/5/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Penahanan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Terkait Dugaan Suap Perizinan Usaha Retail di KPK, Jakarta pada Jumat (13/5/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sebagai tersangka. Ia diduga terlibat kasus dugaan suap terkait pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara ini, Richard diduga sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi bersama Andrew Erin Hehanussa selaku Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon. Sementara pemberi suap ialah Amri selaku karyawan AlfaMidi Kota Ambon.
"KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (13/5).
Dalam kasus ini, Richard diduga menerima suap yang nilainya hingga Rp 525 juta. Uang tersebut diduga sebagai fee terkait pengurusan sejumlah izin yang diajukan Amri.
Walikota Ambon Richard Louhennapessy melambaikan tangan saat tiba di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (13/5/2022). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Selain itu, Richard juga diduga menerima sejumlah uang lain yang diduga sebagai gratifikasi. Namun, KPK belum merinci detail mengenai dugaan tersebut.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Sementara Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Usai penetapan tersangka, Richard dan Andrew langsung ditahan. Richard ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih; Andrews ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.
Sementara Amri belum diketahui keberadaannya. KPK mengultimatum Amri segera menyerahkan diri.
"KPK mengimbau agar Tersangka AR kooperatif hadir memenuhi panggilan Tim Penyidik dan surat panggilan akan segera dikirimkan," ujar Firli.
ADVERTISEMENT

Suap dan Gratifikasi

Walikota Ambon Richard Louhennapessy berjalan memasuki ruang pemeriksaan saat tiba di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (13/5/2022). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Dalam perkara ini, Richard selaku Wali Kota Ambon mempunyai kewenangan dalam pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon. Namun, diduga ia meminta fee atas penerbitan izin tersebut.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard. Ia meminta agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
"Menindaklanjuti permohonan AR ini, kemudian RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)," kata Firli.
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard diduga meminta fee minimal nominal Rp 25 juta. Uang diminta dikirimkan menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan RL.
ADVERTISEMENT
"Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH," kata Firli.
"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik," pungkasnya.