KPK Kebut 4 OTT dalam 14 Hari, Ada Apa?

21 Januari 2022 17:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) Abdul Gafur Mas'ud (kanan) dihadirkan saat konpers di KPK, Kamis (13/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) Abdul Gafur Mas'ud (kanan) dihadirkan saat konpers di KPK, Kamis (13/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengawali tahun 2022 dengan sejumlah OTT. Bulan Januari belum selesai, KPK sudah melakukan 4 operasi senyap di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
OTT tersebar di sejumlah daerah, mulai dari Bekasi, Jawa Barat; Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur; Langkat, Sumatera Utara; serta Surabaya, Jawa Timur.
Tiga kepala daerah dan satu hakim menjadi top level pihak yang ditangkap dalam OTT KPK itu. Semuanya terjadi hanya dalam kurun 14 hari.
"OTT pada awal tahun 2022 menjadi wujud komitmen KPK untuk berikhtiar serius dalam pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers pada Kamis malam (21/1).
Konfrensi pers dugaan suap terkait pengurusan perkara yang tengah berlangsung di PN Surabaya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Pada titik tertentu, penindakan dipandang menjadi model pencegahan terbaik," imbuhnya.
Berikut deretan OTT KPK hingga 19 Januari 2022:

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengenakan rompi tahanan KPK usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Rahmat Effendi ditangkap KPK pada 5 Januari 2022 lalu. Dalam operasi senyap itu, KPK mengamankan barang bukti diduga suap senilai total Rp 5,7 miliar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan gelar perkara, KPK menetapkan Rahmat Effendi dan 8 orang lain sebagai tersangka. Rahmat dkk diduga terlibat dalam 3 perkara, yakni suap, gratifikasi, hingga pungutan liar atau pungli.
Petugas menunjukkan barang bukti sejumlah uang terkait dugaan korupsi di wilayah kota Bekasi, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Perkara suap yang terjadi diduga terkait dengan pengadaan sejumlah lahan. Kader Golkar itu diduga mengintervensi pemilihan tanah lalu meminta uang sebagai imbalan dari para pemilik lahan itu. Suap diduga disamarkan dengan 'sumbangan masjid'.
Selain itu, ia diduga juga menerima gratifikasi selama menjabat wali kota. Tak hanya itu, ia diduga melakukan pungli kepada pegawai di Pemkot Bekasi.

Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur

Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud (kiri) bersama Bendahara Umum DPC Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis. Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Pada 12 Januari, KPK menangkap Abdul Gafur Mas'ud. Dia ditangkap di salah satu mal di Jakarta, diduga usai menerima suap. Ada uang tunai Rp 1 miliar dalam koper yang diamankan oleh KPK pada saat itu.
ADVERTISEMENT
KPK kemudian menetapkan Abdul Gafur sebagai tersangka. Ia diduga sebagai pihak penerima suap dari rekanan terkait proyek serta perizinan.
Kasus ini menjadi sorotan lantaran salah satu tersangkanya masih berusia 24 tahun. Ia adalah Nur Afifah Balqis yang merupakan Bendahara Umum DPC Demokrat Balikpapan.
Petugas menunjukkan barang bukti korupsi kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur saat konpers di KPK, Kamis (13/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dia diduga menjadi tempat penampungan suap Abdul Gafur. KPK juga mengamankan saldo rekening senilai Rp 447 juta atas nama Nur Afifah yang diduga kumpulan uang suap Abdul Gafur.
Abdul Gafur dkk diduga menerima suap terkait proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara. Selain itu, suap juga diduga terkait perizinan sejumlah hal.

Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin

Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/Antara Foto
OTT selanjutnya terjadi pada 18 Januari 2022. Pada hari itu, KPK menangkap Terbit Rencana Perangin Angin.
ADVERTISEMENT
Terbit Rencana selaku bupati diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa 2020-2022 di Langkat. Diduga, Terbit Rencana memerintahkan anak buahnya untuk berkoordinasi memilih pihak rekanan yang akan dimenangkan atas proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Diduga ada fee yang dipatok oleh Terbit Rencana senilai 15 persen dari nilai proyek yang melalui lelang. Sementara, untuk proyek yang dilakukan penunjukan langsung fee-nya lebih besar yakni 16,5 persen.
Petugas menunjukkan barang bukti saat konferensi pers terkait penetapan tersangka di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/Antara Foto
Salah satu paket yang dikerjakan oleh tersangka Muara Perangin Angin adalah Rp 4,3 miliar. Selain itu, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh perusahaan milik bupati sendiri melalui bendera orang lain yang merupakan perusahaan saudaranya.
Pada saat OTT, KPK turut mengamankan uang diduga suap sejumlah Rp 786 juta. Suap yang diterima Terbit Rencana diduga lebih dari itu. Sebab ada kontraktor lain yang diduga memberikan suap. Hal itu masih didalami KPK.
ADVERTISEMENT
Total ada enam tersangka yang dijerat KPK dari OTT tersebut. Termasuk Terbit Rencana serta kakaknya yang bernama Iskandar yang diduga bersama-sama menerima suap.

Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat menggunakan rompi tahanan KPK saat konpers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Teranyar, KPK menangkap Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya bernama Itong Isnaeni Hidayat pada 19 Januari 2022. Ia turut diamankan bersama dengan seorang panitera pengganti bernama Hamdan dan seorang pengacara.
Itong dan Hamdan diduga menerima suap terkait pengkondisian vonis perkara perdata. Perkara yang dimaksud diduga terkait pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Barang bukti yang diamankan dari OTT KPK di Surabaya di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Diduga, kuasa hukum PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono, memberikan suap kepada Itong melalui Hamdan. Tujuannya, agar Itong menjatuhkan vonis sesuai keinginan PT SGP. Salah satunya diduga agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun, praktik suap ini terungkap dalam OTT KPK. Dalam operasi itu, KPK menemukan uang Rp 140 juta yang diduga suap untuk hakim Itong. KPK kemudian menjerat Itong, Hamdan, dan Hendro sebagai tersangka.

Ranjau KPK dan Nasib Apes Mereka yang Terjaring OTT

Konfrensi pers dugaan suap terkait pengurusan perkara yang tengah berlangsung di PN Surabaya di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Banyaknya OTT pada Januari 2022 ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, KPK hanya menggelar 6 kali OTT dalam kurun waktu setahun.
ADVERTISEMENT
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Karyoto menilai banyaknya OTT tidak terkait karena penindakan tak lagi perlu izin Dewas KPK.
Berdasarkan UU 19 Tahun 2019, setiap penggeledahan, penyitaan, serta penyadapan KPK harus seizin Dewas KPK. Kewenangan itu dibatalkan MK pada 4 Mei 2021.
"Masalah OTT, saya rasa ada izin atau tidak ada izin tidak ada masalah," ujar Karyoto dalam konferensi pers pada 20 Januari 2022.
ADVERTISEMENT
Dari 4 OTT pada Januari 2022, tiga di antaranya ialah kepala daerah. Lebih rinci, dua di antaranya merupakan politikus Golkar, yakni Abdul Gafur dan Rahmat Effendi.
Karyoto menyatakan bahwa KPK tidak membidik politikus parpol tertentu dalam OTT.
Tersangka dugaan korupsi kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur usai diperiksa KPK, Kamis (13/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut dia, KPK menindaklanjuti laporan dari masyarakat tanpa melihat afiliasi parpol pihak yang dilaporkan tersebut.
"Kita tidak memandang warnanya tapi berdasarkan laporan yang ada kemudian ditindaklanjuti dengan cara kita, secara UU kita dilegalkan untuk melakukan penyadapan. Kalau yang tidak terpantau, nasibnya saja mungkin masih belum tertangkap," pungkasnya.