KPK Komunikasi dengan APH di Luar Negeri Upayakan Asset Recovery Kasus LNG

17 Juli 2024 18:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK berkomunikasi dengan aparat penegak hukum (APH) di luar negeri untuk mengusut perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) PT Pertamina tahun 2011-2021. Dalam kasus tersebut, eks Dirut Pertamina Galaila Karen Kardinah dijerat tersangka dan sudah dihukum 9 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, dia tidak dibebankan membayar uang pengganti dalam kasus LNG tersebut. Sehingga, KPK akan mengejar pemulihan aset atas kerugian yang muncul dalam korupsi itu. Nilainya fantastis mencapai Rp 1,7 triliun.
Dalam pemulihan aset itu, KPK berkomunikasi dengan APH di luar negeri.
“Kita tidak mengejar hukuman badannya. Kita sebetulnya lebih fokus kepada bagaimana mengembalikan kerugian keuangan negara untuk asset recovery-nya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Rabu (17/7).
“Supaya kita bisa mengambil uang negara yang keluar akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan,” sambungnya.
Asep menyinggung keberhasilan KPK dalam mengembalikan kerugian negara pada kasus korupsi E-KTP lalu.
“Dengan pola yang sudah ada di E-KTP, kita sedang melakukan itu (asset recovery),” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kasus ini terjadi saat Karen menjabat Dirut Pertamina. Dia mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan produsen dan supplier LNG di luar negeri, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) dari AS.
Karen divonis 9 tahun penjara terkait korupsi Liquified Natural Gas (LNG). Namun, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti korupsi yang merugikan negara Rp 1,7 triliun tersebut kepada Karen.
Hakim membebankan uang pengganti tersebut kepada perusahaan asal AS, Corpus Christi Liquefaction. Sebab, perusahaan tersebut dinilai yang menerima aliran keuntungan dari pembelian LNG.
"Kerugian keuangan negara sebagai akibat kontrak SPA LNG menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi sejumlah USD 113.839.186,60,” kata hakim dalam pertimbangannya.