Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK belum menerima salinan putusan bebas mantan Dirut PT PLN (Persero), Sofyan Basir , dari Pengadilan Tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
Padahal salinan putusan itu diperlukan KPK untuk mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Tadi saya cek ke jaksa penuntut umum, kami belum menerima salinan putusan secara lengkap," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/11).
Febri menyebut KPK memiliki waktu paling lambat 14 hari dalam menentukan sikap usai vonis dibacakan pada Senin (4/11). Ia menyebut paling lambat KPK mengajukan kasasi pada 18 November.
"Paling lambat sebelum 18 November tentu kami akan menyampaikan sikap kasasi itu secara resmi sekaligus juga proses lebih lanjut adalah menyerahkan memori kasasinya," kata Febri.
"Jadi, kalau keputusan secara prinsip, arahan dari pimpinan sudah ada, tapi kalau secara formil tentu kami perlu menunggu salinan putusan tingkat pertama tersebut," sambung Febri.
ADVERTISEMENT
Febri menyebut sembari menunggu salinan putusan lengkap, KPK tengah mengidentifikasi isi putusan tersebut. Sebab KPK menilai ada beberapa fakta hukum yang dipertimbangkan majelis hakim saat memvonis bebas Sofyan Basir .
"Ada beberapa fakta yang tidak dipertimbangkan hakim dalam tahap pertama ini dan juga yang ditetapkan misalnya majelis hakim mengatakan Sofyan sebagai terdakwa tidak mengetahui suap antara Eni dan Kotjo ini yang akan kami uraikan di memori kasasi," ungkap dia.
Sebelumnya dalam persidangan, majelis hakim menilai Sofyan tidak terlibat dalam proses suap yang diterima mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR F-Golkar, Eni Maulani Saragih dan bekas Sekjen Golkar, Idrus Marham, dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Kotjo, terkait proyek PLTU Riau-1.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim menilai Sofyan tak membantu Eni dan Idrus dalam menerima suap Rp 4,75 miliar.