KPK Minta Tata Kelola Pertambangan di NTB Diperbaiki untuk Cegah Korupsi

5 Oktober 2024 22:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V mengadakan rapat koordinasi Tindak Lanjut Penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP), di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kota Mataram, NTB, Jumat (4/10/2024). Foto: Dok. KPK
zoom-in-whitePerbesar
Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V mengadakan rapat koordinasi Tindak Lanjut Penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP), di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kota Mataram, NTB, Jumat (4/10/2024). Foto: Dok. KPK
ADVERTISEMENT
Tata kelola pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menuai sorotan KPK. Sinergi yang kuat antar pemangku kepentingan pun terus didorong untuk melakukan upaya perbaikan demi pencegahan korupsi.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat koordinasi bersama dengan sejumlah pejabat di NTB, Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V, Dian Patria, menyebut bahwa kehadiran KPK untuk menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan dalam sektor pertambangan.
Peran tersebut, lanjutnya, untuk memastikan bahwa seluruh proses tata kelola dapat diawasi secara efektif. Termasuk kepatuhan terhadap kewajiban keuangan, ketentuan tata ruang dan lingkungan, serta izin usaha.
"Di sini, pemerintah harus hadir untuk memastikan para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) patuh terhadap berbagai peraturan, mulai dari soal lingkungan, tata ruang, hingga pajak. Termasuk permasalahan PETI (Pertambangan Tanpa Izin) yang dampaknya sudah sama-sama kita tahu,” ujar Dian dalam rapat koordinasi di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kota Mataram, NTB, dikutip Sabtu (5/10).
ADVERTISEMENT
Upaya pencegahan dilakukan KPK misalnya terkait tindak pidana korupsi, manipulasi data, dan pelanggaran hukum lainnya yang kerap terjadi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).
Langkah tersebut bukan tanpa sebab. Data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023, NTB menjadi salah satu daerah penghasil emas terbesar di Indonesia. Salah satunya di Tambang Batu Hijau Sumbawa, yang memiliki cadangan emas sebanyak 2.700.000 ton.
Dinas ESDM NTB 2023 juga mencatat bahwa NTB memiliki lebih dari 222 IUP Batuan dan Bukan Logam Provinsi dengan IUP yang melaksanakan good mining practice.
Oleh karenanya, kerja sama lintas sektor antara KPK, Pemprov NTB, dan kementerian terkait menjadi penting untuk memastikan tata kelola pertambangan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT

Optimalisasi Aset dari Sektor Pertambangan

Ilustrasi tambang emas. Foto: TTstudio/Shutterstock
Dian menekankan bahwa perbaikan tata kelola pertambangan akan mampu membawa dampak yang signifikan, salah satunya terkait penyelamatan keuangan negara dan daerah.
Tak hanya itu, upaya perbaikan tersebut juga dapat mencegah terulangnya kesalahan dalam pengelolaan SDA yang acapkali terjadi di wilayah lain.
"Perbaikan tata kelola SDA bukan hanya tentang meningkatkan pendapatan, tapi juga memastikan sumber daya tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang," jelas Dian.
Lebih lanjut, dalam upaya perbaikan tata kelola pertambangan, KPK juga aktif mendorong penertiban tambang ilegal.
Dalam penertiban itu, tindakan tegas pun dilakukan. Misalnya, pencabutan, pembekuan, atau penghentian operasi tambang yang melanggar ketentuan. Hal itu ditunjukkan KPK saat meninjau tambang ilegal yang berada di Sekotong, Lombok Barat, pada Jumat (4/10) kemarin.
ADVERTISEMENT
Saat peninjauan lapangan, Dian menjelaskan aktivitas tambang illegal yang berlokasi di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tersebut diduga telah dimulai sejak 2021 dan diperkirakan menghasilkan omzet hingga Rp 90 miliar per bulan, atau sekitar Rp 1,08 triliun per tahun.
Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong, seluas lapangan bola.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) tercatat ada kurang lebih 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong yang berada di atas 98,16 hektare tanah. Hal ini menunjukkan besarnya potensi kerugian negara, apalagi tambang ilegal tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap, dan lainnya.
Dian juga mengungkapkan adanya dugaan modus konspirasi antara pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dan operator tambang ilegal. Meski kawasan tersebut memiliki izin pertambangan resmi dari PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), keberadaan tambang ilegal terus dibiarkan.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Pj Gubernur NTB, Hassanudin, menyambut baik langkah KPK mendorong sinergi antar pemangku kepentingan dalam melakukan upaya perbaikan tata kelola tambang di wilayahnya.
Ia menilai sinergi antar pihak tersebut penting dalam mengatasi masalah pertambangan di NTB.
Menurutnya, regulasi terkait tata kelola tambang bukanlah penghambat proses, melainkan untuk mempercepat proses menuju tata kelola yang lebih baik.
“Dengan pengawasan yang lebih teratur, diharapkan sektor pertambangan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi pembangunan daerah,” ucap Hassanudin.