KPK Panggil Istri-Anak Eks Sekretaris MA, Nurhadi, Terkait Kasus Pencucian Uang

25 April 2022 12:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Tin Zuraida (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Tin Zuraida (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPK memanggil istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang bernama Tin Zuraida. Berdasarkan jadwal pemeriksaan, Tin Zuraida akan diperiksa sebagai saksi terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan Tin Zuraida akan dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan Rizqi Aulia Rahmi. Rizqi ialah anak dari Nurhadi.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih," bunyi keterangan tertulis yang dibagikan Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, Senin (25/4).
Putri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rizqi Aulia Rahmi usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/6). Foto: Dhemas Reviyanto/Antara Foto
Ali Fikri belum menjelaskan detail mengenai perkara ini, termasuk tersangka yang dijerat. Hanya disebut bahwa kasus pencucian ini terkait pengurusan perkara di MA.
Pada 16 April 2021, KPK mengumumkan sedang melakukan penyidikan kasus suap dan pencucian uang terkait pengurusan perkara di MA dalam kurun 2012-2016. Suap ini disebut terkait dengan perkara Eddy Sindoro.
erdakwa kasus dugaan pemberian suap kepada panitera PN Jakarta Pusat Eddy Sindoro menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Eddy Sindoro merupakan bekas Presiden Komisaris Lippo Group yang dijerat dalam kasus suap terhadap mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, sebesar Rp 877 juta.
ADVERTISEMENT
Eddy Sindoro menyuap Edy Nasution terkait pengurusan dua perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Suap pertama terkait pengurusan perkara PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco) di PN Jakarta Pusat.
Suap kedua diberikan agar PN Jakarta Pusat mau menerima pendaftaran upaya peninjauan kembali (PK) perkara niaga yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL) pada 15 Februari 2016.
Kasus ini terungkap ketika Eddy Sindoro terjerat OTT KPK pada 2016 silam. Sementara kasus yang saat ini ditangani KPK ialah dugaan suap pengurusan perkara di MA tahun 2012-2016.
Terkait kasus suap dan pencucian uang yang penyidikannya baru dilakukan KPK, sudah ada tersangka yang ditetapkan. Namun, KPK belum akan mengumumkan identitasnya. Tersangka ini tak hanya dijerat dengan pasal suap. Ia juga dijerat pasal gratifikasi serta pencucian uang.
ADVERTISEMENT
"Penerapan TPPU ini karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya," kata Ali.
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Untuk Nurhadi, ia terlibat kasus suap serta gratifikasi penanganan perkara di MA. Bersama menantunya yang bernama Rezky Herbiyono, Nurhadi dinilai telah terbukti menerima suap senilai Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto.
Suap itu terkait dua perkara, yakni mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan 26.800 m2 di Cilincing, Jakarta Utara, serta terkait gugatan antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Nurhadi juga dinilai terbukti menerima gratifikasi saat menjabat Sekretaris MA selama kurun 2014-2016. Nurhadi disebut menerima gratifikasi melalui Rezky dari para pihak yang berperkara di pengadilan. Perkara itu mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Uang itu diterima dari Handoko Sutjitro; Renny Susetyo Wardani; Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan; dan Riady Waluyo. Jumlahnya mencapai Rp 13.787.000.000. Sehingga total uang yang diterima keduanya ialah sebesar Rp 49.513.955.000.
Nurhadi dan Rezky divonis masing-masing 6 tahun penjara atas perbuatan tersebut. Keduanya juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Nurhadi dan Rezky dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada 6 Januari 2022.
ADVERTISEMENT