KPK Pastikan Bukti Rekaman Marliem Perintah Pengadilan di AS

13 April 2018 18:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johannes Marliem (ilustrasi). (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Johannes Marliem (ilustrasi). (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tim penasihat hukum Setya Novanto merasa keberatan dengan proses penyidikan e-KTP yang dilakukan KPK. Mereka mempertanyakan kesaksian Direktur Utama PT Biomorf Lone, Johannes Marliem, yang dianggap belum pernah diperiksa KPK selama ini.
ADVERTISEMENT
KPK sebelumnya menyebut pemeriksaan Marliem telah dilakukan di Amerika Serikat bekerja sama dengan Federal Bureau Investigation (FBI). Namun, hal itu diragukan penasihat hukum Novanto. Pasalnya, menurut mereka, keabsahan pemeriksaan tersebut harus dibuktikan melalui pengadilan di Amerika Serikat.
"Keabsahan interogasi yang dilakukan oleh FBI tidak serta merta berlaku, apabila ternyata FBI pada kenyataannya tidak menyampaikan Miranda warnings. Dengan demikian maka beban pembuktian bahwa Johannes Marliem mengesampingkan Miranda rights yang dimilikinya tersebut ada pada FBI," ujar anggota penasihat hukum Novanto, S Marbun, saat membacakan pleidoi kliennya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (13/4).
"Bahwa FBI harus membuktikan bahwa Johannes Marliem telah mengesampingkan Miranda Rights, termasuk mengesampingkan hak untuk didampingi oleh penasihat hukum, pada saat interogasi dalam keadaan ditahan atau dibatasi kebebasannya (custodial interrogation)," sambung Marbun.
ADVERTISEMENT
Di AS, Miranda Rights atau Hak Miranda merupakan hak untuk tidak menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan apapun di depan polisi, tanpa ada pengacara yang mendampinginya. Sehingga, kata Marbun, FBI juga harus membuktikan Miranda Rights yang telah dikesampingkan Marliem dilakukan secara sukarela.
"Namun melihat dari substansi keterangan yang diberikan oleh Johannes Marliem dalam pemeriksaan, keterangan tersebut dapat tergolong menjadi keterangan yang memberatkan (self-incriminate) Johannes Marliem sendiri, sehingga tunduk pada ketentuan Miranda rights," tutur Marbun.
Sidang pledoi Setya Novanto. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pledoi Setya Novanto. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pemeriksaan Marliem oleh agen FBI bernama Jonathan Holden sempat diputar di persidangan beberapa waktu lalu. Di dalam rekaman tersebut, Jonathan dan Marliem membahas permintaan Novanto yang meminta Marliem selaku penyedia software e-KTP, agar setiap keping kartu e-KTP diberikan diskon.
ADVERTISEMENT
Pembahasan diskon terjadi di rumah Setya Novanto. Selain membahas diskon, Jonathan dan Marliem juga membahas pemberian jam tangan merek Richard Mille seri RM-001 untuk Novanto. Jam tersebut diberikan dari hasil patungan antara pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan Marliem, lantaran Novanto telah membantunya di proyek e-KTP.
Akan tetapi, Marbun menganggap, rekaman kesaksian tersebut harus diuji terlebih dahulu sebelum dapat diterima di Pengadilan Amerika Serikat.
Pasalnya, kata dia, menurut hukum di Indonesia, rekaman pembicaraan yang dilakukan oleh Marliem tidak bisa digunakan sebagai bukti. Terlebih, kata Marbun, anggapan ini juga diperkuat oleh keterangan Direkur Penyidikan KPK Aris Budiman yang menyebut Marliem belum pernah diperiksa KPK sebelumnya.
"Karena menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia, suatu rekaman yang bisa digunakan sebagai alat bukti hanyalah rekaman yang dilakukan secara sah, dan dilakukan oleh aparat penegak hukum. Bahkan ketika penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau unlawful legal evidence, maka bukti dimaksud harus dikesampingkan oleh Hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan, sesuai dengan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Majelis Persidangan, Hakim Yanto, mempersilakan penuntut umum menanggapi nota pembelaan tersebut. Jaksa KPK Ariawan Agus Triartono meyakini bahwa seluruh bukti yang diajukan pihaknya adalah permintaan KPK secara resmi.
"Terkait bukti FBI seluruh bukti KPK dari kerja sama dengan FBI berdasarkan perintah pengadilan distrik California di Los Angeles atas permintaan KPK resmi dan seluruh tindakan untuk mendapat bukti, termasuk bukti elektronik yang diperoleh adalah hasil dari proses forensik yang jadi lerintah pengadilan Amerika Serikat terhadap FBI," ujar Ariawan menanggapi penasihat hukum.
"Untuk itu secara umum kami menolak seluruh nota pembelaan dan tetap pada tuntutan yang kami sampaikan pada 29 Maret 2018," sambungnya.
Mendengar hal itu, Marbun kembali menanyakan sikap penuntut umum yang menolak pleidoi Novanto seluruhnya. Khususnya, mengenai keterangan Aris Budiman dan pemeriksaan Marliem.
ADVERTISEMENT
"Yang berkenaan dengan Aris Budiman mengatakan pemeriksaan thd marliem tidak pernah dilakukan KPK, jadi kalau benar bahwa ada pemeriksaan FBI sependek pengetahuan kami di AS setiap keterangan saksi atau tersangka harus diuji kebenarannya di Pengadilan Amerika, kalau tidak diuji tidak akan pernah dipertimbangkan pengadilan. Maka kami tetap pada pembelaan kami bahwa dakwaan ini tidak terbukti secara sah menurut hukum," kata Marbun.
Setnov dan Johannes Marliem (Foto: Tomy Wahyu Utomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setnov dan Johannes Marliem (Foto: Tomy Wahyu Utomo/kumparan)
Sementara, dikonfirmasi usai persidangan, jaksa KPK Abdul Basir menegaskan bahwa Marliem pernah diperiksa pihaknya. Bahkan Basir menyebut KPK pernah dua kali menemui Marliem di dua negara berbeda.
"Sepengetahuan kami pernah ditemui di Singapura dan Amerika, bahkan tim yang memimpin adalah Pak Aris Budiman," ujar Basir.
Disinggung apakah Marliem diperiksa dan keterangannya dimasukkan ke dalam berita acara pemeriksaan, Basir belum bisa menanggapi. Sebab, kata dia, hal itu sudah masuk ke ranah teknis penyidikan.
ADVERTISEMENT
"Artinya, dalam setiap perkara, punya karakteristik masing-masing, penyidikan dan penuntutanya pasti punya kendala masing-masing, tingkat kesulitannya beda-beda, itu pasti. Bahwa pemeriksaan-pemeriksaan kita di luar negeri, pemeriksaan saksi di luar negeri juga tidak hanya mempertimbangkan sistem hukum di Indonesia, tapi mempertimbangkan sistem hukum di mana saksi itu berada," imbuh Basir.
Menurut Basir, pihak manapun yang memeriksa Marliem, baik KPK atau FBI, sebetulnya tidak perlu dipersoalkan. Terlebih, kata dia, rekaman pemeriksaan tersebut sudah pernah diputar di persidangan.
"Yang penting adalah goalnya. Johannes Marliem sudah memberi keterangannya, sudah. Oleh siapa, secara formal dan diajukan dalam persidangan itu keterangan yang diambil oleh pihak kita di FBI," kata Basir.
Jalan panjang duit haram e-KTP Setya Novanto (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jalan panjang duit haram e-KTP Setya Novanto (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)