Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
KPK Periksa Direktur PT Gajah Tunggal Terkait BLBI
7 Desember 2017 14:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB

ADVERTISEMENT
KPK kembali memanggil saksi terkait dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Saksi dipanggil untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung.
ADVERTISEMENT
"Kita panggil sejumlah saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin)," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (7/12).
Saksi yang dihadirkan lembaga antirasuah salah satunya merupakan karyawan bagian Human Resources Operasional PT Gajah Tunggal, Daud Diri, dan Direktur Human Resources PT Gajah Tunggal Jusup Agus Sayono. KPK juga panggil tiga saksi lainnya untuk Syafruddin yang seluruhnya berasal dari pihak swasta yaitu Samsul Bahri dan Indrawana Widjaja.
Sejak ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun, Syafruddin belum juga memenuhi panggilan penyidik KPK.
BDNI merupakan salah satu bank milik Sjamsul Nursalim yang sempat terganggu likuiditasnya, turut dibantu Syafruddin dengan mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
ADVERTISEMENT
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat rekstruturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suaminya. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang tak dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun. Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT