KPK Periksa Eks Gubernur Jatim Soekarwo, Terkait Kasus Apa?

9 November 2022 10:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (28/8). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (28/8). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ADVERTISEMENT
Mantan Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo diperiksa sebagai saksi oleh KPK terkait kasus dugaan suap bantuan keuangan Pemprov Jatim untuk Pemkab Tulungagung tahun anggaran 2014-2018.
ADVERTISEMENT
Dia diperiksa untuk Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim 2014-2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017-2018, Budi Setiawan, yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Setelah diperiksa penyidik, Soekarwo mengaku dimintai keterangan soal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 13 Tahun 2011 terkait bantuan keuangan daerah. Pergub tersebut dikeluarkan pada saat dia menjabat sebagai gubernur. Soekarwo menjadi orang nomor satu di Jatim pada 2009-2019.
"Menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang struktur di dalam mengambil keputusan bantuan keuangan ke daerah," kata Soekarwo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/11) dikutip dari Antara.
Ia mengaku tidak ada permasalahan dalam pergub tersebut. Namun, kata dia, yang kemudian menjadi masalah adalah penyalahgunaan pergub berujung suap yang dilakukan oleh Budi Setiawan.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada. Bukan pelaksanaannya yang jadi permasalahan. (Hanya) perilaku (oknum), kalau pergubnya sudah jalan sesuai aturan," ujar Soekarwo.
Sementara plt juru bicara KPK Ali Fikri juga membeberkan hasil pemeriksaan terhadap Soekarwo. Dia diperiksa bersama satu saksi lainnya yakni Ahmad Sukardi selaku mantan Sekda Provinsi Jawa Timur periode 2013 – 2018.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan tupoksi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di Pemprov Jatim," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (9/11).
"Selain itu juga dikonfirmasi terkait dengan proses pemberian bantuan keuangan dari Pemprov Jatim ke Kabupaten maupun Kota," sambung dia.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
Adapun penetapan Budi Setiawan sebagai tersangka setelah KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT. Kediri Putra Tigor Prakasa.
ADVERTISEMENT
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka Budi yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim sepakat akan memberikan bantuan keuangan Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan syarat "fee" antara 7 persen-8 persen dari total bantuan yang diberikan.
Selanjutnya pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp 79,1 miliar.
Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung Budi diduga mendapatkan Rp 3,5 miliar yang diberikan oleh Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung.
Pada 2017, tersangka Budi diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak dirinya.
Syahri Mulyo (tengah) usai diperiksa KPK terkait kasus korupsi proyek infrastruktur di Tulungagung, Rabu (3/10/2018). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kemudian, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jatim sehingga Sustrisno juga menemui tersangka Budi untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung.
ADVERTISEMENT
Sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar.
KPK menduga sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka pada 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan "fee" sebesar Rp 6,75 miliar kepada tersangka Budi.
Dari pemberian-pemberian itu, Budi Setiawan diduga total menerima fee sebesar Rp 10,2 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Budi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.