Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
KPK Rampungkan Penyidikan, Eks Kepala Badan Informasi Geospasial Segera Disidang
19 Mei 2021 14:24 WIB

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ketiga tersangka tersebut yakni eks Kepala BIG Priyadi Kardono, mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN Muchamad Muchlis, dan Komisaris Utama PT Ametis Indogeo Prakarsa Lissa Rukmi Utari.
"Hari ini tim penyidik melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada tim JPU dengan 3 tersangka yaitu PRK (Priyadi Kardono), MUM (Muchamad Muchlis), dan LRU (Lissa Rukmi Utari) dan sebelumnya telah dinyatakan berkas perkara lengkap," ujar Plt jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan pada Rabu (19/5).
Ali menyatakan, jaksa selanjutnya menyusun surat dakwaan untuk disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung.
"Segera dalam waktu 14 hari kerja, dilakukan penyusunan surat dakwaan oleh tim JPU untuk dilimpahkan ke PN Tipikor. Persidangan nantinya diagendakan di PN Tipikor Bandung," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selama proses penyidikan, kata Ali, KPK telah memeriksa sebanyak 66 orang saksi mulai pejabat BIG dan beberapa pejabat di LAPAN, serta pihak swasta terkait lainnya.
Setelah berkas penyidikan dirampungkan, penahanan para tersangka kini berada di ranah jaksa penuntut umum KPK.
"Penahanan para tersangka tersebut masing-masing dilanjutkan oleh Tim JPU selama 20 hari, terhitung 19 Mei 2021 sampai dengan 7 Juni 2021," kata Ali.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. Total anggarannya sebesar Rp 187 miliar.
Namun dalam perencanaan dan penganggarannya, Priyadi dan Muchlis diduga berkongkalikong untuk menetapkan PT Ametis Indogeo Prakarsa (PT AIP) dan PT Bhumi Prasaja (PT BP) sebagai pemenang tender CSRT.
ADVERTISEMENT
Sebelum proyek dimulai, Lissa diduga pernah bertemu Priyadi dan Muchlis untuk membahas persiapan pengadaan CSRT. Dari situ, kemudian terjadi sejumlah pertemuan lain dengan kesepakatan untuk merekayasa penyusunan berbagai berbagai dokumen KAK (Kerangka Acuan Kerja) sebagai dasar pelaksanaan CSRT. Rekayasa dengan “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
Lissa diduga menerima penuh pembayaran atas pengadaan CSRT tersebut dengan aktif melakukan penagihan pembayaran tanpa dilengkapi berbagai dokumen sebagai persyaratan penagihan.
Barang-barang yang dipasok pun diduga harganya telah digelembungkan sedemikian rupa dan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan.
Proyek tersebt diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 179,1 miliar.