KPK Rampungkan Penyidikan, Kasus Heli AW-101 Segera Disidangkan

21 September 2022 13:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Helikopter AW 101 Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Helikopter AW 101 Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK sudah merampungkan berkas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017. Berkas penyidikan sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum KPK pada Senin (20/9).
ADVERTISEMENT
Berkas tersebut atas nama Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. Ia disebut merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang.
"Tim Jaksa telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim Penyidik untuk tersangka IKS [Irfan Kurnia Saleh] alias JIK [John Irfan Kenway]," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/9).
Kini, jaksa memiliki 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan dan selanjutnya diserahkan ke Pengadilan Tipikor. Namun Ali tidak menyebut di mana perkara ini akan disidangkan.
Ali hanya mengatakan bahwa tersangka Irfan masih ditahan KPK untuk 20 hari kedepan. Terhitung 20 September 2022 sampai dengan 9 Oktober 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
ADVERTISEMENT
"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan, segera dilaksanakan Tim Jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor," pungkas Ali.
Plh Jubir KPK Ali Fikri. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Perkara ini berawal ketika TNI AU hendak membeli satu helikopter AW-101 pada 2015.
Saat itu sudah terjalin penawaran antara Irfan Kurnia Saleh dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun, pembelian ini sempat diminta untuk ditunda oleh Presiden Jokowi dengan alasan perekonomian negara.
Penawaran berlanjut pada 2016. Saat itu, Irfan kembali menawarkan pengadaan Heli AW-101 kepada Fachri selaku PPK. Namun, harga Heli AW 101 yang ditawarkan oleh Irfan nilainya jauh di atas harga pasaran sehingga diduga menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar.
Tersangka Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih. Foto: Reno Esnir/Antara Foto
Irfan pun dijerat sebagai tersangka oleh KPK. Dia disangka dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Pengusutan kasus ini merupakan perkara koneksitas KPK dengan TNI. Pihak Puspom TNI telah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya FA, dan pejabat pemegang kas Letkol (Adm) WW.
Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.
Belakangan, KPK menyebut pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan penyidikan terkait dengan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 ini. Namun, penyidikan KPK masih berjalan. Irfan Kurnia Saleh kini sudah ditahan penyidik KPK.
Dalam proses penyidikan, KPK sempat memanggil Eks KSAU Marsekal (Purn) TNI Agus Supriatna sebagai saksi. Namun Agus dua kali tidak memenuhi panggilan KPK. Alasannya, karena tak sesuai mekanisme militer.
Mantan KASAU, Agus Supriatna di Gedung KPK Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kuasa hukum eks KSAU Agus Supriatna, Teguh Samudera, menilai surat pemanggilan KPK tidak sesuai dengan instruksi Panglima TNI maupun undang-undang yang berlaku untuk militer.
ADVERTISEMENT
"Tetapi yang kedua juga sama tetap, akhirnya kita kirim surat lagi bahwa klien kami tidak bisa hadir karena pemanggilannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pemanggilannya bertentangan dengan hukum yang berlaku bagi prajurit atau TNI," kata Teguh kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (15/9).
Teguh menjelaskan, mestinya KPK memanggil kliennya lewat atasannya. Karena untuk prajurit TNI, memiliki aturan sendiri.
"Jadi harusnya KPK juga menghargai sesama lembaga, sesama institusi harusnya tahu tentang hal-hal seperti itu tidak perlu kita ajari, lah, karena kan surat kemarin sudah kami beritahukan supaya memanggilnya melalui atasannya karena prajurit," jelas Teguh.