KPK Sita Rumah Rp 1,5 M Eks Gubernur Bengkulu, Diduga Beli Pakai Uang Pemerasan

18 Maret 2025 10:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menyita sebuah rumah milik mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah tersebut ditaksir bernilai Rp 1,5 miliar.
ADVERTISEMENT
"Penyidik juga telah melakukan penyitaan atas 1 bidang rumah tersebut. Bidang rumah tersebut diduga bernilai kurang lebih sebesar Rp 1,5 miliar," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan, Selasa (18/3).
Tessa mengatakan, pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi pada Senin (17/3) untuk mendalami asal usul rumah tersebut.
Para saksi itu, yakni: staf Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman; Swandari Handayani selaku notaris; dan Naidatin Nida selaku wiraswasta. Mereka diperiksa di Mapolresta Sleman.
"Ketiga saksi hadir. Penyidik mendalami dugaan pembelian 1 bidang rumah oleh tersangka yang berlokasi di Provinsi Yogyakarta. Di mana, sumber dananya berasal dari dugaan hasil pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh tersangka," ungkap Tessa.
Adapun dalam kasus ini, Rohidin Mersyah terjaring dalam OTT KPK pada 23 November 2024 lalu. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan berupa pungutan kepada pegawai untuk pendanaan Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
Rohidin dijerat tersangka bersama Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca. Mereka dijerat Pasal 12 huruf e dan dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam perkara itu, Rohidin meminta dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak November 2024.
Total ada uang Rp 7 miliar yang ditemukan KPK dalam OTT tersebut. Uang yang ditemukan terdiri dari mata uang rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura. Uang tersebut disita dari empat lokasi berbeda.