news-card-video
24 Ramadhan 1446 HSenin, 24 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

KPK soal Aturan Penyadapan di Draf Revisi KUHAP: Dapat Dikesampingkan

21 Maret 2025 19:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dijumpai wartawan usai mengikuti fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dijumpai wartawan usai mengikuti fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Draf revisi UU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengatur soal penyadapan. Dalam draf yang diterima kumparan dari DPR, penyadapan ini diatur dengan harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan negeri.
ADVERTISEMENT
Dalam draf tersebut, disebutkan juga penyadapan dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan.
Hal tersebut berbeda dengan kewenangan yang dimiliki oleh KPK sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 19/2019 tentang KPK. Jika merujuk UU KPK, kewenangan penyadapan dimiliki oleh KPK dalam kepentingan penyelidikan dan penyidikan.
Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, menyebut terdapat perbedaan ketentuan yang diatur dalam draf revisi KUHAP dan UU KPK.
"Kalau menurut saya, aturan penyadapan yang diatur dalam R-KUHAP itu bersifat umum, sedangkan yang diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 bersifat khusus," kata Tanak saat dihubungi, Jumat (21/3).
"Karena penyadapan yang dilakukan oleh KPK hanya dalam perkara yang terkait dengan proses penanganan tindak pidana korupsi," jelas dia.
Ilustrasi Penyadapan. Foto: Anelo/Shutterstock
Dengan begitu, Tanak menekankan dalam kegiatan penyadapan, lembaga antirasuah dapat mengesampingkan aturan yang tertuang dalam ketentuan draf revisi KUHAP.
ADVERTISEMENT
"Sehingga, KPK dalam melaksanakan tugas untuk melakukan penyadapan dalam upaya mengungkap perkara tindak pidana korupsi, dapat mengesampingkan aturan penyadapan sebagaimana diatur dalam R-KUHAP berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis," tuturnya.
Sementara juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut, kewenangan penyelidikan hingga penuntutan dijalankan KPK berdasarkan KUHAP, kecuali ada ketentuan lain dalam UU KPK.
"KPK menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berdasarkan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam UU KPK," kata Tessa saat dikonfirmasi terpisah, Jumat (21/3).
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjawab pertanyaan wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan

Penyadapan dalam draf R-KUHAP

Adapun aturan terkait penyadapan tertuang dalam Pasal 124 draf revisi KUHAP.
"Penyidik, PPNS, dan/atau Penyidik Tertentu dapat melakukan Penyadapan untuk kepentingan Penyidikan," demikian bunyi Pasal 124 ayat (1) draf revisi KUHAP, dikutip Jumat (21/3).
ADVERTISEMENT
Kemudian, dalam Pasal 124 ayat (2), diatur soal penyadapan harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri.
"Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri," lanjut isi KUHAP itu.
Namun demikian, dalam hal mendesak, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri. Kondisi mendesak itu yakni:
a. potensi terjadi bahaya maut atau ancaman luka berat;
b. telah terjadi permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara; dan/atau
c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi.
Kemudian, dalam Pasal 124 ayat (5), jika pelaksanaan penyadapan yang dilakukan dalam keadaan mendesak, maka wajib segera dimohonkan persetujuan ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama satu hari sejak penyadapan tanpa izin dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penyadapan yang sedang dilakukan wajib dihentikan serta hasil penyadapan tidak dapat dijadikan sebagai barang bukti dan dimusnahkan," bunyi draf itu.
Lalu, dalam Pasal 125, penyadapan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 hari. Penyidik juga bisa mengajukan perpanjangan waktu penyadapan selama 30 hari lagi.
Perpanjangan penyadapan ini diajukan penyidik ke atasannya. Lalu, atasannya itu meminta perpanjangan ke Ketua Pengadilan Negeri.
Hasil penyadapan ini bersifat rahasia. Jika hasil penyadapan tidak sesuai kepentingan penegakan hukum atau telah habis masa penyimpanannya, maka itu harus dimusnahkan.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyadapan sebagaimana diatur dalam Pasal 124 sampai dengan 128 diatur dengan Undang-Undang mengenai Penyadapan," demikian bunyi draf tersebut.
ADVERTISEMENT