KPK soal Gubernur Bengkulu Pakai Baju Polantas: Kamuflase Demi Keamanan

25 November 2024 2:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pakai baju Polantas saat dibawa KPK dari Polres Bengkulu ke Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, Minggu (24/11/2024). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pakai baju Polantas saat dibawa KPK dari Polres Bengkulu ke Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, Minggu (24/11/2024). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
KPK merespons soal momen Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah memakai baju polisi lalu lintas (Polantas) saat dibawa ke Jakarta usai menjalani pemeriksaan di Mapolresta Bengkulu.
ADVERTISEMENT
Lembaga antirasuah menjelaskan baju itu adalah bentuk kamuflase karena banyaknya massa yang melakukan demo.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, bahwa saat dilakukan pemeriksaan di Bengkulu, banyak simpatisan dari Rohidin yang berkumpul.
Alhasil, lanjutnya, penyidik yang ada di lokasi, berkomunikasi dengan pihak kepolisian terkait pengamanannya.
"Setiba di sana dilakukan pemeriksaan sampai pagi, tetapi situasi pagi itu sudah berkumpul sangat banyak simpatisan dari saudara RM [Rohidin Mersyah] untuk mengepung Polrestabes. Dengan alasan keamanan tentunya kita mencari beberapa cara," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11).
"Nah, itu harus kita selamatkan, jangan sampai misalkan di jalan diambil dan lain-lain oleh para pendemo," tambahnya.
Asep mengatakan pihak yang paling dicari oleh massa adalah Rohidin. Untuk itu, dalam rangka pengamanan, diputuskan untuk Rohidin menggunakan rompi Polantas sebagai kamuflase.
ADVERTISEMENT
"Nah, yang paling dicari adalah Pak RM, makanya itu dipinjamkanlah rompinya dalam rangka kamuflase supaya tidak menjadi sasaran orang-orang yang ada di situ," ucap dia.
"Jadi, tidak pada saat pemeriksaan tapi hanya ketika keluar [pemeriksaan], kemudian ketika dalam kerumunan," tuturnya.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah bersama sejumlah tersangka mengenakan baju tahanan dihadirkan saat konpers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (24/11/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Sebelumnya, penangkapan Rohidin tersebut 'mengundang' kehadiran para pendukungnya ke Mapolres Bengkulu. Mereka berusaha mencegah Rohidin dibawa ke Jakarta. Bahkan situasi di depan Mapolres Bengkulu sempat tegang.
Rohidin akhirnya dibawa dari Polres Bengkulu menggunakan mobil Inafis dan mengenakan jaket polisi lalu lintas (Polantas) untuk menghindari aksi massa yang mencoba mencegah keberangkatannya.
Dia pun langsung diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, Minggu (24/11) siang.

Rohidin Terjaring OTT KPK

KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (54 tahun), sebagai tersangka. Politikus Golkar itu diduga terlibat dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap kasus ini dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 23 November 2024. Kasus ini diduga terkait pemerasan berupa pungutan ke pegawai untuk pendanaan Pilkada 2024.
"KPK telah menemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan. KPK selanjutnya menetapkan 3 orang sebagai Tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Minggu (24/11).
Sebelumnya, KPK turut mengamankan 8 orang untuk dibawa ke Jakarta usai diperiksa di Mapolresta Bengkulu. Berikut yang diamankan oleh KPK:
ADVERTISEMENT
Namun, dari jumlah tersebut, KPK hanya menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka yakni Rohidin Mersyah selaku Gubernur Bengkulu. Kemudian, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca.
KPK pun melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 24 November hingga 13 Desember 2024. Mereka akan ditahan di Rutan Cabang KPK.
"Total uang yang diamankan pada kegiatan tangkap tangan ini sejumlah total sekitar Rp 7 miliar dalam dalam mata uang Rupiah, Dollar Amerika (USD), dan Dollar Singapura (SGD)," pungkas Alex.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
ADVERTISEMENT