KPK soal Putusan Sela yang Bikin Gazalba Saleh Bebas: Semua Bisa Cium Bau Anyir

25 Juni 2024 17:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Nawawi Pomolango di Konferensi Pers Kinerja 2023 dan Arah Kebijakan 2024, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Nawawi Pomolango di Konferensi Pers Kinerja 2023 dan Arah Kebijakan 2024, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua KPK Nawawi Pomolango tak membantah saat ditanya mengenai adanya kejanggalan atau ‘masuk angin’ atau ‘bau anyir’ dalam putusan sela perkara gratifikasi dan pencucian uang Hakim Agung Gazalba Saleh.
ADVERTISEMENT
Dalam putusan sela yang diketok Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri, PN Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi Gazalba. Sekaligus membebaskan Hakim Agung tersebut dari tahanan. Fahzal dan hakim Rianto Adam Pontoh serta Sukartono menilai dakwaan yang diajukan KPK tidak sah karena Jaksa KPK tak memiliki surat dari Jaksa Agung.
Belakangan, putusan sela tersebut dibatalkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Hakim Tinggi meminta agar proses persidangan Gazalba Saleh dilanjutkan.
“Kalau soal bau-bau anyir semua orang bisa menciumnya, Pak. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerjanya memang mencium,” kata Nawawi dalam konferensi persnya, Selasa (25/6).
Atas kejanggalan itu, KPK sudah melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik Hakim ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) MA.
ADVERTISEMENT
“Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu. Kita masih akan menunggu. Saya juga nanti, untung diingatkan tadi, saya akan meminta dulu penjelasan dari protokol kami kalau sudah ada respons bagaimana terhadap laporan pengaduan yang kami layangkan terhadap Komisi Yudisial dan Badan Pengawas,” ungkap Nawawi.
Nawawi menilai majelis hakim PN Jakarta Pusat yang mengetok putusan sela Gazalba tersebut terkesan mengarahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk mengikuti isi putusan diputuskan.
“Itu dari aspek hakim kami pikir itu bisa ditelaah apakah itu melanggar satu kode etik atau tidak. Kami katakan tadi kami pernah berasal dari sana. Kami tahu dulu ketika majelis hakim seusai majelis hakim selesai membacakan putusan, hanya ada satu kewajiban majelis hakim yaitu kewajiban untuk menyampaikan kepada para pihak tentang upaya hukum yang bisa dilakukan: terima atau banding. Itu saja,” kata Nawawi.
ADVERTISEMENT
“[Hanya] Mengingatkan tentang hak-hak para pihak, bukan menyampaikan hal-hal yang harus dilakukan tetapi oleh majelis hakim terkesan sudahlah penuhi saja syarat administrasi baru diajukan kembali. Itu bagi kami satu bentuk pelanggaran kode etik,” imbuh Nawawi.