Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
KPK soal Uang Korupsi Bupati Pemalang: Untuk Biaya Muktamar PPP 2020, Bukan 2022
7 Juni 2023 10:05 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
PPP merespons keras soal dugaan tersebut. Sebab, Muktamar PPP digelar pada 2020 di Makassar, bukan 2022. Belakangan KPK juga menyebut tahun penyelenggaraan Muktamar itu adalah 2020.
"Pelaksanaan muktamarnya, iya, tahun 2020 di Makassar kan. Apakah kemudian uangnya tadi digunakan untuk menutupi biaya yang sudah dikeluarkan, ini yang terus akan didalami karena itu kan sudah terlaksana sebenarnya ya," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (6/6).
"Tapi sekali lagi bahwa bahasa yang kemudian dikeluarkan untuk transaksi jual beli jabatan itu antara lain untuk membantu pelaksanaan Muktamar dari PPP," sambungnya.
Fakta adanya uang mengalir ke Muktamar PPP itu diungkapkan KPK dalam rilis konstruksi perkara tujuh pejabat Pemkab Pemalang yang dijerat tersangka baru dalam kasus suap lelang jabatan ini.
ADVERTISEMENT
Bupati Pemalang nonaktif, Mukti Agung Wibowo, sebelumnya sudah dijerat dalam kasus tersebut. Dia disebut menggunakan sebagian uang hasil korupsi suap lelang jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang, senilai Rp 650 juta, untuk mendukung muktamar PPP.
Ali mengatakan, fakta itu didapatkan usai KPK memeriksa sejumlah pihak termasuk tersangka.
"Memang kemudian fakta itu kami temukan, salah satu modus adanya transaksi jual beli jabatan dengan nilai Rp 15-100 juta itu adalah kemudian terkait dengan membantu pelaksanaan Muktamar PPP," kata dia.
"Memang itu dilaksanakan di Makassar tahun 2020, oleh karena itu kami akan dalami apakah itu hanya sekadar modus misalnya dari orang kepercayaan bupati ataukah memang kemudian dalam rangka untuk menutup biaya-biaya yang sudah dikeluarkan dari pelaksanaan Muktamar tersebut," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Perihal dugaan aliran uang itu, Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi angkat bicara. Dia mengaku, pihaknya tidak mengetahui adanya aliran dana itu.
Namun, Awiek menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada KPK. Dia mengingatkan informasi yang disampaikan ke publik harus akurat.
Untuk memastikannya, KPK akan terus mendalaminya dalam proses penyidikan. Termasuk pembuktian di persidangan.
"Apalagi di proses persidangan kan teman-teman sudah ikuti ya ada beberapa uang dari hasil transaksi jual beli jabatan ini kan mengalir ke partai tersebut, tentu nanti kami akan dalami ke sananya sehingga tidak tepat lah kalau secara dini kemudian disimpulkan bahwa itu tidak ada kaitannya sama sekali," pungkasnya.
Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK kembali menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah:
ADVERTISEMENT
Tiga di antara tujuh tersangka ini sudah ditahan KPK.
Dalam kasusnya, Mukti memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah Pemalang membuka seleksi terbuka untuk posisi jabatan Eselon IV, Eselon III dan Eselon II. Dalam pembukaan seleksi itu, Mukti Agung memerintah Adi Jumal mengkondisikan rotasi.
Pengondisian dimaksud adalah memungut biaya kepada ASN yang ingin menempati jabatan yang dibuka. Mukti melalui Adi Jumal mematok harga per jabatan.
ADVERTISEMENT
Penasaran tarif itu pun disambut Abdul Rachman dkk untuk sebuah jabatan. Mereka memberikan sejumlah uang ke Mukti melalui Adi Jumal dengan nilai bervariasi: Raharjo memberikan Rp 50 juta sementara tersangka yang lainnya masing-masing Rp 100 juta.
Dengan penyerahan uang tersebut, Abdul Rachman, Raharjo dkk dinyatakan lulus dan menduduki jabatan eselon II.
Adapun Mukti dan Adi Jumal sudah dijatuhi hukum dalam perkara sama.
Mukti Agung dihukum 6,5 tahun penjara plus denda Rp 30 juta oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 4,9 miliar.
Adi Jumal dihukum pidana penjara selama 5 tahun. Ditambah denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 1 miliar.